Minggu, 28 April 2013

And the Journey Begun

Aku tidak mengetahui mengapa manusia bisa jatuh cinta dan untuk apa perasaan yang disebut "cinta" itu ada. Aku juga seringkali bertanya, mengapa hanya orang dewasa yang bisa merasakan itu? Mengapa pula orang bisa melakukan hal bodoh karena itu? Pada dasarnya, aku berpikir bahwa itu adalah sebuah emosi ketertarikan sesat yang dibumbui oleh euforia sesaat. Euforia yang begitu kuat hingga akal sehat tidak lagi berfungsi.

Aku berpikir. Tapi tak kutemukan jawaban. Mengapa TUHAN menciptakan emosi "kacau" yang disebut cinta? Untuk apa pula manusia diciptakan dengan kemampuan menikmati rasa itu? Bukankah hidup dalam keteraturan sudah cukup? Bukankah sistematika kehidupan biasa sudah bisa memutar roda kehidupan manusia? Tidak perlu ada tetek bengek bernama emosi. Bayi, anak, remaja, dewasa, menikah, dan memiliki anak. Bukankah perputaran roda kehidupan hanya di situ-situ saja? Tidak perlu menggunakan perasaan untuk hal yang sudah sistematis seperti itu.

Rasa-rasanya memang tidak ada waktu untuk mengurusi masalah yang remeh temeh begitu. Masih banyak perkara yang lebih besar dan lebih penting ketimbang mempermasalahkan soal cinta. Masih banyak perkara yang lebih layak untuk dipikirkan ketimbang memikirkan pernikahan, calon pasangan atau semacamnya. Dunia ini rumit bung! Isinya tidak melulu roman yang membuat hati melayang-layang. Isinya juga tidak seindah cerita dongeng. Tidak juga seberlebihan sinetron-sinetron yang marak menunjukkan emosi negatif.

Begitulah, hidup 20 tahun tanpa memikirkan apa yang namanya pasangan. Cinta. Pernikahan. Calon pasangan. Biarlah itu jadi masalah nanti. Aku hanya perlu definisinya agar aku tak salah jalan. Tak salah mengira. Tak salah menerjemahkan bahasa tubuh. Atau reaksi kimia yang dipuja-puja orang muda ketika mencari pasangan. Biarlah semua mengalir apa adanya. Ah, masih banyak hal rumit di dunia ini yang lebih menarik diteliti ketimbang masalah emosi yang tidak jelas.