Minggu, 31 Oktober 2010

Irama Pohon

Aku terbangun dengan harapan agar menjadi sebuah pohon. Sebuah pohon yang akan dengan kokohnya melindungimu dari terik panas matahari. Sebuah pohon yang akan tetap berdiri tegar walau diserang hujan badai. Aku akan berada didekatkanmu, seperti sebuah pohon yang menggugurkan buahnya sebagai tanda cinta. Tak perlu dirimu meminta atau memohon karena akan kuberikan padamu saat waktu yang tepat. Satu waktu yang tak lama karena hatiku telah berbunga semenjak adanya dirimu. Tak perlulah dirimu mempertanyakan karena dirimu telah menyejukkanku yang hampir layu karena kering.

Kini aku menjadi segar kembali karena adanya dirimu yang menghilangkan dahagaku. Aku ingin menjadi sebuah pohon kokoh yang mampu menaungimu dari sengatan matahari. Pohon yang akan memberi tanpa perlu dirimu berusaha. Aku akan terus berbuah selama dirimu ada disini karena dirimu adalah air yang terus menyejukkan hatiku. Ketika ada dirimu tak ada lagi keluhanku, segala harapanku telah ada dihadapanku. Janganlah dirimu berhenti mengaliriku dengan cintamu karena aku akan mati. Aku akan menanti disini layaknya pohon yang menantikan musim hujan, aku akan menantikan saat kita bertemu lagi.

Engkau adalah bintang yang menemani malamku. Tidakkah kau lihat aku yang terus menatapmu dari bawah sini? Dirimu adalah cahaya yang menolongku dalam gelap, menuntunku ketika sang surya melarikan diri. Tetaplah disana agar aku dapat menatapmu lekat selama yang aku inginkan. Aku berbahagia menjadi sebuah pohon karena adanya dirimu yang menemaniku. Disaat malam. Disaat musim kering. Dirimu menyegarkanku, memberiku harapan untuk hidup. Mengisi kekosongan hidupku. Karena dirimu adalah air yang hidup, siapa yang minum dari engkau akan hidup dan tak akan haus lagi.


Rabu, 13 Oktober 2010

Kita...

Satu jam berlalu dan kami masih membisu. Ditemani alunan lagu sang pianis dapat kudengar isak tangismu dan jeritan dari hatiku. Aku tahu apa yang kamu pikirkan, jelas sekali apa yang kau rasakan saat ini, karena wajahmu telah mengatakan semuanya. Aku tak berharap ada sepatah kata yang keluar dari mulutmu kali ini karena semuanya telah engkau ekspresikan. Aku juga tak dapat berkata lebih, aku tak mungkin berkata bijak atau melontarkan lelucon yang selalu menghiburmu. Pasti itu akan lebih menyakitkan disaat seperti ini. Beberapa kali matamu melirik ke arahku. Marah, sedih, kecewa, bingung. Itulah yang tersirat dari raut wajahmu saat ini.

Dua jam yang lalu, aku menantimu disini untuk salah satu moment terberat dalam hidupku. Aku duduk disini menantikan detik-detik yang berlalu. Mencoba menyusun kalimat agar dirimu tak terluka, mencoba menyampaikan sebuah bahasa yang sangat mudah dicerna untuk kita. Lalu dirimu tiba, dengan busana biru laut yang sangat indah. Begitu cantik. Membuatku bingung, membuatku semakin resah harus berkata apa. Dapat kulihat raut wajah bahagiamu di saat itu. Begitu anggun, begitu tenang. Namun, aku harus jujur. Aku tak ingin membohongi diriku lagi. Aku tak ingin menipumu, karena itu aku harus mengatakannya, satu kejujuran yang ingin kukemas seindah mungkin. Kejujuran yang akan mengubah arti kata 'kita' untuk diriku dan untukmu.

Satu jam telah berlalu semenjak engkau tiba. Aku masih diam dan tak bicara, kebingungan mencaritahu apa yang harus kukatakan. Ya, aku memang pengecut tapi aku ingin jujur kepadamu walau aku tahu ini akan menyakitkan. Untuk kita. Akhirnya kukumpulkan semua keberanian dalam diriku, aku ingin segera mengakhiri kegelisahan ini apa pun yang terjadi selanjutnya aku akan menerimanya. Aku memintamu untuk mendengarkan. Detik-detik berlalu begitu lambat, rasanya sudah berjam-jam aku terdiam. Andai aku tak harus mengatakan ini, pikirku. Aku menghela nafas dan berkata,"kita putus." diikuti dengan berubahnya raut wajahmu. Wajah yang tak ingin aku lihat. Seketika aku berharap seharusnya ada cara yang lebih baik. Dirimu terdiam tak percaya, waktu membeku beberapa detik lamanya. Aku menanti dengan penuh kecemasan. Dirimu terdiam, menundukkan wajah dan menggigit bibir. Aku pun tak tahu harus berbuat apa.

"Kenapa?" Tanya dirimu membuka percakapan yang sempat membeku sangat lama.
"Karena aku tak tahu lagi apa nama perasaan yang kurasakan terhadapmu." Jawabku.
"Kamu sudah nggak sayang sama aku? Aku kurang apa?" Ucapnya sambil menatapku tajam dengan lelehan-lelehan dipipinya.

Kembali keheningan melanda kami, sang pianis telah memainkan lagu yang baru. Alunan lagu itu mengiris hatiku, aku ingin menjerit sekerasnya, berkata aku juga tak ingin berakhir seperti ini. Tatapanmu semakin tajam mencari tahu jawaban dari dalam mataku. Kali ini bibirku yang mulai gemetar.

"Bukan." aku membuka dengan pelan. "Masalahnya bukan terletak pada dirimu tapi pada diriku yang tidak dewasa. Aku masih menyayangimu tapi bukan perasaan yang sama seperti yang dulu. Aku masih cinta sama.."
"STOP!! Jangan kamu bilang kamu cinta sama aku ketika kamu minta putus dariku." Jeritmu memekak. "Katakan saja, apa yang salah padaku."

Kucoba meraih tangannya untuk menangkan perasaan yang telah terhanyut jauh ini. Ia menolak. Badai telah datang dan melenyapkan ketenangan yang singgah sebelumnya.

"Aku sudah tak mengerti perasaan ini, tak ada lagi euforia yang mengingatkan diriku padamu. Semua itu lenyap entah kemana." Jawabku dengan nada semakin pelan.

Kita kembali terdiam. Aku biarkan dirimu menenangkan diri, membekukan diri dalam momentum yang tak pernah kita inginkan. Aku tak tahu lagi harus bagaimana. Inilah yang aku rasakan, kematian perasaan. Perasaan cinta yang tak lagi sama dengan yang dulu. Tidak ada lagi deburan dalam hatiku untuk bertemu denganmu tapi aku masih menyayangimu sebagai wanita. Sesosok wanita yang pernah kupuja dan kukagumi untuk waktu yang tak singkat. Wanita yang mengisi lembar hidupku, yang bersamanya aku ingin menghabiskan waktuku. Namun, perasaan itu tak ada lagi. Aku bertanya kenapa, tak ingin rasanya aku bangun dari mimpi yang satu ini.

"Baik, aku akan menerimanya." Ucapmu seraya berdiri dan berjalan menjauhiku yang terdiam disudut mati ini. Dapat kulihat matamu yang masih nanar memerah.

Lalu dirimu berjalan menjauh. Meninggalkanku disini yang masih menatap punggungmu. Inilah malam terakhir dari mimpi yang terus kupertahankan. Mulai saat ini semuanya telah berubah, tidak akan ada lagi yang sama antara aku, dirimu, dan sebuah kata 'kita'.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Happy Birthday



^^ My first making video ^^

It's for my friend that have birthday at 5 Oct, hope you like it.

Jumat, 01 Oktober 2010

Satu hari

Pagi ini aku menyanyikan sebuah lagu dengan banyak kata jika dan andai. Aku mulai menuliskan lirik dan syairnya pada sebuah pohon kayu keras didekat rumahku. Pohon yang terpatri erat disana entah sejak kapan. Kesanalah aku pergi setiap kali aku menangis, tertawa, dan bersembunyi. Pohon inilah yang menjagaiku. Aku tidak tahu nama pohon ini, begitu juga dengan seluruh anggota keluargaku. Pohon ini tak pernah berbuah, hanya terdiam di sudut dekat jendela kamarku. Beberapa kali kubayangkan bagaimanakah bentuk buahnya. Ya, pohon ini tak berbuah sekalipun jadi aku tak tahu apakh ini pohon apel, jeruk, atau pohon lainnya.

Siang ini aku bergerak mengikuti nada yang telah kunyanyikan. Nada yang sumbang dan tak tentu arahnya. Tapi aku menikmati setiap suara yang kulantunkan. Bunyi-bunyian yang terasa begitu nyaman bagiku dengan begitu banyak kata jika dan andai didalamnya. Walau bagi orang lain tentu terdengar benar-benar aneh tapi aku nyaman dengan melodi ini. Aku ingin menikmati momen dimana aku bisa sebebas ini, setiap saat dimana diriku benar-benar hadir disini.

Malam ini aku ingin sayapku tumbuh!! Aku tahu itu mustahil karena manusia adalah mamalia dan mamalia tidak memiliki sayap tapi malam ini aku ingin terbang melayang bebas di udara. Malam ini aku tak ingin tidur, rasanya ingin mengeluarkan seluruh energi dalam tubuhku. Seperti anak kecil yang menemukan mainan barunya aku berlarian keluar berhamburan bersama bintang-bintang malam ini. Tumbuhlah sayapku!!! Aku ingin keluar dari rutinitas ini dan terlelap diruangan baru dihari lain dimana aku akan kembali menuliskan begitu banyak jika dan andai.


Today I wandering...
Why I need wings?
Keep wandering in my heartbeat
Why I wish for those wings?
Didi I want to escape?
If that so... from what?

Why I used that sword?
Is it to hurt someone?
Is it for hurting myself?

Why I want that swords?
Did I want to hurt somebody?
Or did I want to protect them?

Those eyes... What kind of thing I wanna see?
Am I seek for something?
What if... It was the way I express my feeling
Hate, sad, happiness, and glad