Jumat, 31 Juli 2009

Sekarang, tentang CInta (4)

OK, seri ke empat selesai ditulis semoga nggak mengecewakan deh... Mungkin ada yang berpikir tulisan ini telah punah atau bahkan dilupakan tapi nyatanya tidak karena sebenarnya, yang membuat proses ini lama adalah selain ilham, wahyu, n firman yang nggak dateng-dateng adalah karena nggak punya tempat buat nulis alias harus pinjem laptop orang.


-------------------------------------------------------------------------------------------------

Aku, Aku dan Aku

Duniaku tanpa aku adalah kosongnya aku

Aku tanpa dunianya adalah kosongku

Tanpa dunia aku adalah kosongnya

Kosongnya dunia adalah tanpa aku


Dan karena aku dunia menjadi kosong

Karena aku juga dunia menjadi berwarna

Tapi karena aku dunia pun rusak

Lagipula duniaku abu-abu


Karenanya aku berpikir

Karenanya aku berlari

Karenanya aku berteriak

Karenanya aku berontak


Riak yang tenggelam sampaikan aku ke tepi

Awan yang hilang jatuhkan aku ke bumi

Agar tak lagi ku naik ke langit

Karena aku lelah terapung


-------------------------------------------------------------------------------------------------


Aku memiliki tanda tak terlihat

Aku memiliki yang tak tergenggam

Aku mendengar yang tak ingin terdengar

Aku datang dan tak merasakan yang terasakan


Pagi…


Kakinya berderap kencang, dengan nafas memburu dia berkeliaran di lorong, dengan tatapan putus asa dia terus berlari dengan iringan musik bel sekolah yang semakin mirip dengan lagu penghantar kematian yang seolah ingin menjemputnya. Dia begitu lelah ketika sampai di ruangan itu. Dia adalah Angga, yang semalam nggak bisa tidur karena memikirkan banyak hal antara lain Rina, puisi, Ulangan Matematika, dan presentasi PKn yang satu pun nggak selesai. Kemudian dia coba melirik ke segala arah di ruang itu, dan mendapati dirinya salah ruangan. Kembali dia berlari ke ruang kelasnya. Pikirannya sedang kacau.

“Haaah... Haaaah... Haaaah....” suara Angga begitu sampai di kelas, mencoba menggenggam nafas yang sedari tadi dilempar kesana-kemari saat dia berlari. Dan... speechless karena nafasnya sesak. Kembali dia menatap ruangan itu, ada yang kurang. Adit. Tapi pikirannya langsung teralih pada ulangan yang akan diadakan nanti, segera dia membuka lembaran demi lembaran. Membaca sekilas.

“Kemana ya paus itu?” Pikir Angga.

“Eh si Adit kemana?” Tanya Randi yang berdiri disebelahnya. Maklum ketua kelas, jadi dia selalu memonitor segala aktivitas temannya. Sebenarnya supaya nggak ngejatohin imej dia di depan guru. Cowok bernama lengkap Muhammad Randi ini memang cukup dikagumi anak sekelas. Punya wibawa plus ada aura yang khas buat anak-anak sekelas kecuali Angga yang terlanjur apatis dan Adit yang tidak pernah memikirkan urusan kelas.

“Meneketehe.” Jawab Angga yang masih membolak-balik buku dengan tebal kira-kira 160 halaman.

“Kan biasanya lo sama dia.”

“Tapi gw kan bukan emaknya.” Angga merasa terganggu karena nggak bisa belajar. “Udah gw mo belajar.” Usir Angga

“Ya udah....” Ucap Randi sambil berlalu.

“Apaan sih emang gw apanya si Adit? Tapi tumben dia nggak masuk, ada apaan ya?”

“Eh gurunya dah dateng!” seru salah seorang anak.

WHAT??? Gw belom belajar!!!

“Yak, tutup bukunya.” Ucap Bu Ajeng.

“Haaah... ya udah gw pasrah.”


-------------------------------------------------------------------------------------------------


Dengan sisa semangat yang hampir habis, karena ulangan Matematika yang gagal total plus presentasi PKn yang sama ancurnya, Angga menempelkan kepalanya di meja kayu yang terletak tepat di depannya. Lengket. Rasanya tidak ada lagi semangat karena hari yang buruk ini. Frustasi? Pastinya. Wajah madesu-nya pun masih dipakai sampai istirahat kedua dan dia nggak punya nafsu makan sama sekali. “Coba ada si Adit seenggaknya kan gw bisa nyontek ato nanya ke dia! Kemana sih dia saat gw butuhin?” Gerutu Angga masih dengan kepala yang lekat di meja. “Ng? Ada surat di kolong meja Adit? Surat apaan?” dan setelah dibukanya surat itu, dia menemukan bahwa si Paus izin dengan smiley ga jelas. Di situ dia tulis kalo dia ada acara dan dia minta di absenin dan yang lebih mengejutkan adalah adanya lampiran yang berisi rumus matematika lengkap dengan keterangan dan embel-embel lain. “Ini persiapan kalo lo ga sempet belajar ato nge-blank.” Tulis Adit di lampirannya tersebut. “............ Kenapa dia ga sms gw dulu sih ?!?! Seenggaknya kan nih rumus bisa gw pake!!!” AAAAAAAARRRRRRRRRRRGGGGGGGGGGGHHHHHHHHH.

Kemudian surat tersebut diberikannya kepada yang berwenang. Randi.

“Tuh kan... lo pasti tau si Adit kenapa ato dimana.” Tuduh Randi yang rada kesel karena di “usir”. Secara paksa oleh Angga pas paginya.

“Kan dah gw bilang tuh surat baru gw liat tadi. BARUSAN.” Dengan penekanan pada kata “barusan” .

“Kalo gw tau dari pagi gw pasti bisa ngerjain soal tadi!” Seru Angga dalam hati.

“Si Adit kenapa yah? Tumben nggak dateng. Ada apaan ya?” Pikir Angga.


-------------------------------------------------------------------------------------------------


10 minutes After School...

Zie menunggu dengan sabarnya di tempat ngumpul favorit para anak mading. Sekret mading. Dengan sebuah majalah yang masih asyik dibacanya selama beberapa lama. Tidak lupa dengan “Obscura”--kamera manual tua milik Zie yang cukup besar--yang diletakkan begitu saja di atas meja. Foto-foto Angga sudah dicuci cetak bersama dengan pemandangan yang diambilnya saat moment tertentu. Sementara Nia dengan santai duduk manis di kursi kayu yang berwarna merah bata. Dia sibuk dengan lagu MP3 yang didapatnya semalam. Sambil menggerakkan kipas dengan gambar bunga matahari yang didapatnya saat ulang tahun--bersama dengan tepung dan berbagai benda aneh yang dilempar ke arahnya--dia membaca lirik lagu yang juga diambilnya sebagai referensi untuk menulis blog. Data tentang Angga sudah disatukan tinggal menunggu yang punya “hajat”. Di sudut lain terlihat Diah, entah kenapa, dengan wajah senang membolak-balik kamus Oxford tercinta. Yup gadis dengan TOEFL 590 ini sedang mempersiapkan diri untuk tes TOEFL selanjutnya, selain itu dia memang senang mencari istilah baru dalam kamus yang belum tentu terpakai. Lain lagi dengan Cinta, kali ini dia bersenandung ria sambil memainkan gitar yang ada di sekretariat, sebuah lagu berjudul “tentang seseorang”, sebuah lagu soundtrack Ada Apa Dengan Cinta? film favorit yang sering ditontonnya tanpa pernah nengenal kata bosan, mungkin karena namanya tercantum disana atau karena ada aktor sekeren Nicholas Saputra yang mampu membius jutaan perempuan Indonesia. Semua sibuk dengan kegiatan sendiri karena Rina tidak kunjung datang untuk membahas hal yang pastinya tidak akan keluar di ujian kenaikan kelas, tes Mid semester, UAS atau pun ujian negara. Jadi semuanya menyibukkan diri sendiri.

“Rina lama yah?” ucap Diah buka keheningan.

“Iya lama banget. Kemana sih tuh anak? Lo tau ga Cin?” tanya Nia.

“Mana gw tau kan kemaren yang heboh gara-gara ditelepon Rina bukan gw.”

“Eh gw juga nggak tau si Rina kemana, enak aja nuduh.” Bantah Zie.

“Ya kali aja kan kita ga tau.” Ucap Cinta masih dengan gitar dipangkuannya.

“Jadi nggak sih sebenernya?” tanya Nia.

“Jadi kok.” Jawab Rina sambil melepaskan tasnya.


-------------------------------------------------------------------------------------------------


Lemah. Lesu. BeTe. SEBAL!!! Yah begitulah yang dirasakan Angga karena ketidakmampuannya mengerjakan ujian tadi dan ditambah dengan hancurnya presentasi PKn karena makalah kelompok yang tidak terbawa. Dengan langkah malas dia menyusuri jalanan kota. Pulang dan tidur. Itulah yang ada dipikirannya sekarang setelah hari berat yang baru dia rasakan. Sesegera mungkin kakinya diarahkan ke tempat penyetopan bus terdekat di sekolahnya. Karena tidak ada bus yang berhenti di halte seperti yang ada dalam cerita SD dan buku pelajaran mengenai tata tertib. Angga mulai memainkan MP3 player yang didapatnya sebagai hadiah ulang tahun dari makhluk setengah paus yang biasa mengekor di belakangnya lengkap dengan lagu melankolis dari Adit yang dibiarkan mengisi memori benda tersebut. Ear phone telah terpasang dengan baik dan mulailah dia menenangkan diri. Melepaskan pikiran dari masalah yang ada. Tentang Adit, tentang puisi, dan Karin.


-------------------------------------------------------------------------------------------------


Sore...


Matahari mulai tenggelam di bagian barat, menyisakan seberkas cahaya kemerahan di langit. Sore itu, Angga berjalan keluar rumah dengan Flashdisk yang tergantung pasrah di lehernya. Matanya menatap lurus ke arah gedung di dekat rumahnya. Warnet. Sebuah tempat yang cukup nyaman karena adanya AC dan cukup rapih kelihatannya. Angga berniat membuka e-mail-nya yang sudah dimilikinya sejak kelas 3 SMP tapi tidak tahu akan dipakai untuk apa. Sebenarnya dia cukup sadar kalau di dalam Inbox itu isinya paling-paling cuma pesan dari Facebook yang baru-baru ini dibuatnya atau Friendster. Dia juga tahu kalau semua e-mail yang masuk itu akan bertambah terus hingga memenuhi Inbox-nya. Sama seperti dia tahu bahwa semua e-mail itu akan menumpuk dan menimbulkan iritasi bagi siapa pun yang melihatnya. Karena itu, hal pertama yang dilakukannya saat membuka e-mail adalah menghapus Inbox yang diisi oleh pesan sampah tersebut. Sambil mendengarkan lagu yang disediakan warnet tersebut Angga mencari data tentang “Demokrasi” yang ditugaskan pada kelompoknya karena tidak membawa makalah PKn yang seharusnya digunakan untuk presentasi. Terdengar suara bel ditelinganya. Yahoo Messenger. Sebuah pesan dengan ID

Terbangtenggelam dan sebuah Avatar bergambar Paus pembunuh mendarat di kotak pesan miliknya dengan satu kata “Oi”.

“Siapa nih?” Pikir Angga.

“Gmn skul tadi?”

“siapa sih ini?” balas Angga.

“Masa’ u lupa sih?”

“Mang w ga inget koq”

“W ADIT masa’ ga inget?”

Jawaban yang seketika menimbulkan banyak pertanyaan di benak Angga.

“LO KEMANA AJA!!!!” balas Angga.

“Jalan2 JJJJ

“Eh gmn sih u ulangan malah ga masuk!”

“W dah ujian duluan kali...”

“Kpn?”

“Kpn2.” Balas Adit

“hehehehehe JJJJJ” Tulis Adit yang bikin kesel.

Kalau bisa rasanya Angga bakal meninju makhluk gempal yang sedang ber-chating ria bersamanya. “Untung lewat YM, kalo ngomong begitu langsung, gw jitak tuh anak!”

“Tadi si Randi nanyain u tuh.”

“Knp? Kangen yah? Muach :D” senyum Adit makin lebar.

“U kmn sih?” tulis Angga yang udah apatis sama semua tindakan aneh Soulmate-nya ini.

“Kan dah w blng jalan2.”

“Di hari penting dmn da ujian gini?!”

“Ini lbh penting.”

“Mang da yg lbh penting daripada ulangan?” Angga makin bingung.

“Da, hidup mati w. :D” Adit kembali dengan senyumannya yang ga jelas.

“Eh u koq ga da di daftar YM w sih?”

“Masa’? prasaan dah pernah w add deh.”

“Di w da koq.” Lanjut Adit. “U apus ya?”

15 menit sudah Adit menunggu jawaban Angga dan pada akhirnya...

BUZZ...

Tidak ada jawaban dari Angga.

“I’m off.” Tulis Adit yang sudah bosan menunggu.

“Dah 2 jam tuh.” Tambahnya.

“Eh serius?”

“Akhirnya dijawab juga...”

“Iya tuh dah w out.” Lanjut Adit.

Dan lanjutlah Angga mencari data tentang segala sesuatu berbau Demokrasi yang terbengkalai karena terlalu sibuk ngobrol sama Adit.


-------------------------------------------------------------------------------------------------


Next Morning....


Hari ini Angga datang lebih pagi dari biasanya. Takut terlambat. Dengan santai dia melangkahkan sepasang kakinya yang tertutup sepatu berwarna hitam. Di tangan sebelah kirinya menempel sebuah makalah dengan tulisan besar “DEMOKRASI” yang tertinggal kemarin dan sebuah kliping berjudul sama yang berisikan hal-hal seperti multidimensionalitas demokrasi, kriteria negara demokrasi, pilar demokrasi, dan masih banyak tulisan yang pastinya mengandung kata “demokrasi” lainnya. Belum ada lima menit dia menginjakkan kaki di ruangan kelasnya Adit sudah berada dibelakangnya dan menepuk pundak Angga.

“Yo, Tumben pagi.” Sapa Adit.

“Boleh dong gw sekali-sekali dateng pagi.”

“Iya sih, trus ini apaan?” Ucap Adit sambil mengambil kliping yang dibawa Angga. “Hari ini kan ga ada.” Lanjut Adit.

“Itu buat tugas kelompok soalnya kemaren makalah kelompok gw ketinggalan.”

“Oooo bulet.” Ucap Adit tanpa ekspresi.

“Lo tuh yang bulet! Kalo ga masuk trus mo kasih contekan sms dulu kek biar gw tau.”

“Tapi contekannya lo pake kan? KM juga dah tau kan kalo gw ijin?”

“Gw ga pake tuh contekan, karena baru gw dapet abis ujiannya selese!”

“Hahaha makanya kolong meja tuh dirapihin, diperiksa kalo pagi!”

“Sori deh gw anak males.Puas?”

“Kemaren OL ngapain aja mpe dua jem?”

“Tuh.” Tunjuk Angga ke arah kliping PKn miliknya. “Kemaren kelompok gw disuruh nyari data yang berbau demokrasi gitu gara-gara gak bawa makalah, dan karena gw yang salah nggak bawa makalahnya jadi gw yang disuruh.”

“Eh kemaren gw bikin puisi loh cuma sebait sih, nih.” Ucap Adit sambil merogoh tas punggungnya.

Mawar itu merah violet itu ungu

Masihkah ada warna hatimu

Bergerak menyelinap diantara laut

Bernafas diantara bulan dan bumi

“Gimana?”

“Baris pertama kayaknya jelek deh tapi lumayanlah, kalo menurut gw.”

“Abis gw kan ga ngerti gimana bikin puisi.”

“Puisi itu aliran dari jiwa, perasaan dan pikiran. Orang bisa bikin puisi dengan tema yang sama tapi isinya beda karena mereka punya hati, jiwa dan pikiran yang beda juga.”

“Dapet petuah dari mana tuh?”

“Gw sebut namanya juga, lo belom tentu kenal.”


-------------------------------------------------------------------------------------------------


Another Day…


Pagi ini Cinta datang dengan rambut yang terlepas dari kuncir belakang. Terlepas pula dari “Dunia” yang kini tertidur dengan nyaman di dalam tas ransel miliknya. Dia punya obsesi baru. Lomba puisi. Baginya lomba ini lebih menarik daripada lomba puisi sebelumnya, karena adanya peserta lomba yang kemungkinan bertambah banyak dengan puisi mereka yang mayoritas abstrak. Dia sudah menyusun rancangan bagaimana pemenang lomba ini akan diumumkan ke khalayak murid satu sekolah. Tapi semua kesenangan itu harus disimpannya untuk beberapa waktu karena masih menunggu kesepakatan dari anggota lainnya. Diah yang duduk disebelahnya sih setuju saja dengan segala rencana yang disusun karena tidak mau ambil pusing tentang hal tersebut.

“Hmmm... kira-kira yang ikut berapa orang yah?” Gumam Cinta.

“Meneketehe, tapi kalo denger dari kabar yang beredar katanya sih lumayan banyak yang ikutan. Itung-itung bisa beli buku banyak n gratis pula!”

“Puisi mereka bakal kaya’ apa yah?”

“Apa lagi ntu, gw juga nggak tau! Lo kalo nanya yang realistis dong!”

“Lo nggak ikutan?”

“Ya nggak lah, gw lebih tertarik ma yang namanya sains daripada sastra. Tapi, mereka marah nggak sih kita mungut biaya gitu?”

“Kalo nggak gitu nanti yang ikut bakalan sedikit banget.”

“Iya sih....” Sahut Diah yang teringat akan jumlah peserta lomba yang hanya berjumlah 10an.


-------------------------------------------------------------------------------------------------


After School...


Setelah melakukan Observasi terhadap makhluk hidup bernama Adrian Rangga Kusuma, yang berlangsung kurang lebih 3 Minggu akhirnya jadilah sebuah makalah karya Karina Dwi Putri yang tidak terlalu tebal dengan tebal sekitar 12 halaman. Ditambah dengan sebuah cover berwarna biru. Hari ini dia mengunjungi dan menunggui sekretariat mading tercinta. Dengan ditemani Zie dan Nia.

“Ahhh sepi nih BeTe.” Nia buka suara.

“Iya, padahal ka kalo ada Diah bisa kita zholimi dia.”

“Eh jangan gitu nanti dia ngambek lagi.” Tegur Karin yang memegang makalah ciptaannya.

“Nyanyi yuk!”

“Silahkan... gw nggak ikutan ye!” Seru Nia sambil senyum..

“Eh, si Cinta dah selese bikin rancangan acara blom ya?”

“Tau tuh. Ahhh bosen.”

“Baca buku aja, nanti juga bosennya ilang.” Ucap Diah yang mendadak muncul dengan setumpuk buku tebal yang salah satunya bertuliskan “Kumpulan Teori Fisika dan Aplikasinya” “Nih gw bawa banyak mau?” Tambahnya.

“Makasih udah kenyang “nelen” buku fisika.”

“Emang bisa dimakan?” Tanya Diah bingung.

“YA ENGGAKLAH!!!!” Seru semuanya bersamaan.

“Eh yang ngumpulin puisi dah berapa orang?” Tanya Nia.

“Nggak tau tapi kayaknya bakal lebih banyak daripada yang kemaren.”

“Trus lo ngapain bawa buku segitu banyak kesini?” Tanya Zie.

“Ya, buat dibaca lah.”

“Kalo itu gw juga tau! Tapi kenapa harus disini? Kenapa nggak di tempat laen aja?”

“Soalnya di sini nggak butuh ijin make kelas. Hehehe.”

“Be te we, kenapa pada kumpul disini?” Ucap Rina.

“Ya ngisi waktu aja sih, lagian daripada ni tempat sepi tiap hari.” Balas Nia.

“Kalo gw sih buang waktu aja males di rumah juga ga ngapa-ngapain.”

“Loh tumben pada kumpul ada paan nih?” Ucap Cinta yang baru datang.

“Nggak ada apa-apa sih, eh susunan acara jadinya gimana?” Balas Rina.

“Dah hampir jadi, tinggal liat berapa peserta yang bakal ikutan tahun ini.”

“I see, berarti kita tinggal berleha-leha ria kan?” Sahut Nia dengan muka ceria.

“Yup, pendaftaran juga dah ditulis di depan kelas kan?” Tanya Zie.

“Everything is ready.” Sahut Cita dengan tersenyum.


-------------------------------------------------------------------------------------------------


Sore hari…


Dengan perlahan Agustinus Raditya melangkahkan kakinya menuju salah satu pusat perbelanjaan untuk mencari flashdisk dan Anime baru yang mungkin saja keluar, kali ini Angga tidak ikut. Dengan langkah mantap makhluk yang berat badannya telah kembali pada titik 88 kg ini menelusuri lokasi penjualan film Anime terlebih dahulu. Seluruh flashdisk ditempat ini nggak mungkin raib dalam hitungan jam tapi Anime langka sulit untuk dicari, kurang lebih begitulah pemikiran Adit. Satu per satu tempat yang menjual Anime ditelusurinya namun tetap tidak menemukan Anime yang menarik hati hingga sampailah dia di sebuah tempat yang menjual Kara no Kyoukai.

“Hmmm… sampulnya keren nih, sinopsisnya juga kayaknya lumayan.” Pikir Adit. Kemudian dia membeli 5 episode dari anime tersebut tanpa ragu.

“Adit?” Seru seorang gadis dari arah belakang.

“Hmmm?” Adit menoleh ke belakang.

“Waah, badan lo tuh emang bener-bener susah dilupain ya?” Lanjut gadis itu.

“Iya dong, badan gw kan atletis gini hehehe.” Ucap Adit sambil berpose ala Binaragawan.

“Hahahaha iya atlet lomba makan kerupuk pas 17 Agustus kan?” Ledeknya.

“Lagi ngapain nih, koq tumben dateng ke sini? Rasanya gw nggak pernah liat lo disini deh.” seru Adit.

“Loh, lo jadi SPB? Becanda, becanda. Gw tadi nyari flashdisk tadi, terus cuci mata sape akhirnya gw ngeliat lo.”

“Gw juga mo nyari flashdisk sekalian beli Anime baru sama cuci mata.”

“O kalo gitu gw anterin gimana? Kebetulan tempat gw beli Flashdisk lumayan murah.”

“ Nggak usah deh gw nyari sendiri aja lagian gw masih mau hunting anime.” Tolak Adit halus.

“O ya udah kalo gitu, eh kenapa sih lo nggak ikut mading kayak pas SMP? Sekretariat sepi mulu tuh apa lagi Cinta yang sibuk sama “Dunia” ayolah jadi anggota mading nggak ada lo jadi terlalu serius tau!”

“Iya dong gw kan orang penting hehehe.” Sahut Adit dengan Pose sok Keren ala cover boy.

“Apaan sih? Lo tuh kayak anak kecil banget ya? Makanya sering dimarahin sama Cinta pas rapat, nggak pernah serius sih!”

“Ya Gomenasai kalo gitu, maklum bawaan orok.” Ucap Adit sambil mengelus perut seperti orang hamil. “Nggak salah kan gw kayak gitu? Lagian gw juga kan cuma ngedekor sama ngisi ruang tambahan kayak lelucon sebut saja Bunga nama sebenarnya, terus nyebarin DUDU.”

“Iya, dan gara-gara ntu hampir semua guru kenal sama gw.”

“Bagus kan? Welcome to my life!” Seru Adit sambil menyanyikan lagu welcome to my life dengan pose memegang gitar.

“Ya udah gw mo pulang dulu deh.”

“Ok, gw masih mau nyari anime n flashdisk dulu ya!”

“OK, selamat nyari dan semoga menemukan!”

“Iya, lo juga ati-ati dijalan ya! Sampe ketemu di sekolah, Nia.”


-------------------------------------------------------------------------------------------------



Kamis, 30 Juli 2009

Memorial Book

Beberapa hari yang lalu tepatnya pas lagi merapihkan kamar yang lebih mirip disebut Kapal pecah ^^ Sebuah buku yang ukurannya lumayan besar menyita pemandangan. Yup, buku berwarna Abu-abu tua itu bertuliskan "Moonzher 20" alias buku tahunan yang selama ini lagi kucari, bukunya berdebu dan ada halaman yang menempel disitu. Pas dapetin buku sakral ini dengan kondisi yang udah penuh debu mendadak langsung inget sama lagu Melly Goeslaw yang judulnya bunda, kan ada tuh liriknya Kubuka album biru penuh debu dan usang kupandangi semua gambar diri... . Dan memang ntu yang kulakuin, membuka halaman demi halaman sambil senyum senyum kayak orang mabok terasi sendirian.

Muncul ingatan tentang temen-temen sekelas, Adit yang sering dibilang item n dibilang gak keliatan; Budaya tomprok yang terlaksana saat kelas kosong dan memakan korban berupa celana anak-anak yang robek; Tiang stater dikelas dengan nama korban yang tercantum disitu; Ican yang mirip banget ma Bu Angen pas pake Jilbab; Henri yang dibilang cantik sekaligus diiriin sama anak-anak cewe (penghinaan apa pujian nih?); Nama Le Shine yang menghiasi buku tahunan dengan background seolah di pantai ^^ ; Afrian yang konon katanya mirip sama ku, sampe Bu Lidya nanyain apakah kami kembar -.-' ; Fitrah yang dipanggil Enur; Pin yang dibagiin pas lulusan; Iis yang sampe sekarang ku nggak ngerti kenapa bisa dijodohin ma dia; Okke yang selalu main XOX bareng Gilang, Afrian, N Firdaus; Pak Yayat yang marah dikelas tapi dikira bercanda; Ku yang nggak masuk selama 30 hari tapi lolos UGM; mancing ikan ditempatnya Olif; Terus masih ada kenangan yang nggak sempet kutulis disini.

Ingetan pas kelas dua, pas ketemu sama Arif n Jaka; Dijemur sama Pak Ir rame-rame; ketauan maen Poker sama Bu Aminatun tapi nggak pernah kapok; lelucon tentang Bu Sumi dan First Kiss; Alka sang KM yang juga bisa Break Dance; Tas ku yang dikencingi kucing hingga ku pindah ke meja diPojok Kanan Depan; Nika yang bagi-bagi coklat pas Valentine; Ayu Ramanda si Bangku kosong yang selalu dipertanyakan keberadaannya; Pojokan yang jadi tempat mangkal maen poker n maen setan-setanan; Hafizh yang super pinter dan selalu diandelin sama Pak Yayat buat jawab soal; Andra yang potong rambut terus dibilang saudaraku sampe pas tamat kelas tiga; Tugas dari Pak Ir yang ribet ampe ada yang bikin meja bilyard n Karyanya Anto yang keren Banget trus dipraktekin keluar dan dimarrahin Kakak Angkatan ^.~ ; dan temen yang didapet pas kelas dua yang Kompak banget!


Hahh... Jadi kangen, kangen anak-anak yang heboh. Kangen sama guru-guru, kangen sama rumput yang bergoyang, kangen sama Bau rumus dari kelas yang menyengat, dan kangen banget sama Temen-temen semuanya. Beberapa hari yang lalu, setelah mendapat pencerahan ternyata ALONE is not so Bad, I'm Single and Very Happy karena kalo sendiri berarti bisa bebas dimana aja kapan aja sesuka hati, Bisa gabung kemana aja karena gak masuk genk manapun. Here I am ALONE but still there are any Cup full with Joy!

O ya, ku ada kata mutiara nih dari Bu Angen yang kutemuin di Buku tahunan ntu bunyinya begini,"Diam adalah senjata paling ampuh." Btw, foto disebelah nih diambil pas jalan-jalan ma anak Psikomedian ke Solo, jadi bukan keluarga bahkan tidak ada hubungan darah sama sekali. Tapi mirip Foto keluarga yah? ^.^v

AYO ajaran baru dah mo dimulai nih... .


SEMANGAT!
SEMANGAT!!
SEMANGAT!!!

O iya nih ku punya lagu Recto Verso 1 album Lho kalo mo monggo Lewat sini... .

Senin, 06 Juli 2009

Untuk orkestra kecil kami

Sampai jumpa lagi konduktor! Mungkin lain kali ada waktu untuk berbincang dan memutar waktu sial. Mungkin aku bukanlah orang yang dapat diandalkan, karenanya aku tak mengerti apa pun. Hanya saja, aku ingin menitipkan sedikit cahaya--sebuah hadiah kecil yang kuharap mampu memecahkan keraguan--tak perlu aku menjadi seperti dirimu atau menjadi seperti bintang.

Aku ingin bilang selamat tinggal seandainya aku tak mampu bersama dengan kalian terus di orkestra kecil itu. Aku hanya berpikir bahwa aku terlalu membebani dan aku merasa tidak nyaman tidak mengetahuinya, aku tidak mau tertinggal sendirian. Aku tak mau meninggalkan tapi selalu saja aku bersedih ketika mendapati aku tak mampu membantu bahkan tidak ada yang memberitahuku apa yang terjadi. Rasanya aku ada diluar dan karena aku ini bodoh, aku tidak akan tahu jika tidak diberitahu.

Setiap kali aku mendapatimu diam, setiap kali selalu saja terasa kaku bagiku entha apa yang kau rasakan. Tapi aku selalu bersedih karenanya, karena aku tertinggal. Dan tak mampu mengejar, mungkin itu hanya alasanku saja tapi aku ingin kau tahu terkadang aku bersedih karena mendapati bahwa aku tak mampu melakukan apa pun. Bahwa aku tak mengetahui apa yang sedang terjadi. Karenanya aku sempat berpikir untuk mati.

Memimpikan simponi yang tak terbatas, memikirkan segala kemungkinan dan mimpi. Aku ingin lepas dari ketakutanku dan yang kudapati adalah pelarian diri. Semoga saja ini hanya perasaanku. Konduktor, selamat menikmati liburan!

Hei anggota orkestra! Senang rasanya dapat bermain lagi dengan orang hebat seperti kalian, orang yang kubutuhkan. Sebenarnya ingin kuakui bahwa kalian adalah orang yang terlalu hebat dibandingkan aku. Tapi karena aku lemah maka aku dikuatkan dengan adanya kalian, aku ingin kalian pun melihat konduktor dan membantunya agar orkestra kecil ini berjalan baik. Bukan dengan menembak pada angkasa tapi meluapkan mimpi bersama. Debu bintang.

Aku tahu aku tak berhak berkata begini tapi rasanya aku akan pergi cukup jauh. Itulah yang dikatakan perasaanku, dan aku mempercayainya. Lebih dari orang disekitarku, ya inilah yang mampu kupercayai. Sebuah suar kecil dalam hatiku yang bukan muncul dari pemikiran detail dan kritikan yang sering kulakukan melainkan sebuah pernyataan murni tentang hal yang kurasakan. Karena tahun ini akan ada banyak yang hilang, aku ingin sekedar berkata sampai jumpa atau mungkin selamat tinggal lebih tepat.

Aku sedang ingin menangis, sudah dua minggu. Tidak lebih dari itu, aku ingin bercerita tapi tak mampu membebani yang lain. Dan karena sebagian dari kita telah kembali pulang aku rasa ini saat yang baik untuk berkata bahwa aku sangat iri hingga menusuk ke tulang. Aku pernah melukai seseorang dengan egoisnya karena aku tak mampu menahan rasa bingungku dan sepi yang menyerang, setelah itu aku tidak tahu harus berbicara dengan siapa. Aku ingin menangis.

Selamat tinggal, jangan khawatir aku tidak akan bunuh diri ^^

Yang Kulihat di Langit

Berjuta harapan inginku kembangkan
Entah dari mana dan mulai dimana
Mungkin dari setitik air hujan yang menetes
Mungkin dari senyumanmu dibawah mentari

Serbuk mimpi dan debu bintang
Mungkin itulah yang aku butuhkan disini
Untuk membuat sebuah pelangi
Atau untuk membuat awan kecil

Awan berkilau dengan ribuan partikel air
Disanalah impianku berlayar
Jauh diantara matahari dan bulan
Tenggelam dalam awan senja hari

Mungkin selama ini akulah yang mati
Bukan rantai yang mengikat antara harapan dan mimpi
Bukan pula matahari dan bulan
Selama ini aku melihat bulan

Aku hanya ingin menyampaikan bahasaku
Lewat air yang mengalir
Lewat udara yang berbisik
Lewat cahaya yang menggetarkan

Aku ingin menyampaikan rasa iriku
Terhadap matahari bulan dan awan
Diam saja tak membantu
Tapi tak sanggup aku lakukan sesuatu

Aku ingin berterimakasih
Untuk matahari bulan dan bintang
Harapanku masih tetap sama
Melihat senyum lembut dibawah sinar matahari

Berkatalah biar sedikit... sejenak
Menangis tak membantu...
Katakanlah sesuatu hai bulan
Karena aku ini bodoh...

Aku Tidak (Ingin) Pulang

Ada sebuah kota kecil yang kutinggalkan, sebuah kota yang kacau. Kota kecil itu tidaklah indah tapi setidaknya disana aku tumbuh besar dan mengenal segala sesuatunya. Disana aku mengenal tentang air yang mengalir, tentang udara di pagi hari, dan tentang bahasa yang tak terungkapkan. Tempat kecil ini selalu membuatku bersedih, karena aku ingin lebih, lebih dari sebuah kota yang kacau balau dan penuh dengan umpatan satu dengan yang lainnya.

Kota itu telah kutinggalkan cukup lama, aku ingin mencoba melepaskan diri dari belenggu akan kota itu. Aku sempat berpikir kota yang sekarang lebih menyenangkan dan berpikir untuk bertahan. Tapi aku harus pulang. Ke tempat kecil itu, tempat yang tak mengenal kata damai. Kota kecil dengan otoritas besar yang terus mengganggu pikiranku.

Seandainya saja tak perlu aku kembali kesana. Andaikan kamu mengerti bagaimana pikiranku. Kota itulah yang menjeratku untuk selalu kembali dan aku terikat begitu saja dengan perasaan terbeban. Andaikan setelah aku kesana aku tak kembali lagi ke sini, aku tak ingin melihat air mata lagi, tak inginkan sebuah kemarahan namun aku memendamnya begitu rupa.

Bukan aku tak ingin pulang, aku rindu sekali dengan orang-orang disana. Aku sempat menyangkali bahwa orang-orang disana tidaklah baik bagiku dan aku tidak memiliki perasaan apa pun. Tapi aku salah, setiap aku menjawab telepon dari mereka lalu setiap kali aku memikirkan kota itu dadaku terasa sesak. Ya, aku ingin pulang. Aku ingin pulang dan menangis sekeras mungkin dihadapan mereka. Aku merindukan pelukan hangat dari mereka.

Ya, aku ingin sekali pulang walau aku tahu apa yang akan terjadi disana. Aku ingin bertemu, mungkin ini adalah kali terakhir aku melihat wajahnya karena pada tahun ini pastilah akan ada banyak hal yang hilang. Ada hal yang hilang tapi aku tidak akan kalah dan menyerah. Ya, aku akan mencoba tetap tegar dan baik-baik saja, dengan atau tanpa topeng. Yang pasti aku akan tetap tersenyum jadi tunggulah.



Aku akan pulang.