Kamis, 29 Oktober 2009

Aku telah jatuh dan...

Dan tibalah ia disini dengan gigi yang gemertakan, pupil matanya membesar dan tubuh yang bergetar. Inilah dia disudut mati antara rimbunnya pepohonan beton yang menjulang seolah menopang langit. Dirinya tak mampu beranjak dari sudut itu seolah kekuatannya telah habis dipakai untuk berlari, kali ini ia benar-benar terpuruk beberapa kali Ibunya memberikan tanda biru disekujur tubuhnya sebagai pelampiasan atas yang dilakukan sang Ayah dahulu ketika Ibunya masih sekolah. Ibunya selalu memaki sang Ayah dihadapannya, beberapa kali pula si anak dikutuki oleh Ibunya sendiri. Satu-satunya alasan ia tetap bertahan adalah karena harapan akan berubahnya sang Ibu menjadi lebih baik ketika kondisi ekonomi yang mencekik hingga leher itu menjadi lebih baik dan setidaknya sebuah senyum simpul dapat singgah dibibir Ibunya.

Tapi kali ini hal itu sudah tak mungkin lagi. Terlalu terlambat baginya untuk melihat senyuman dari sang Ibu, sesaat yang lalu sang Ibu mencoba membenamkan si anak ke bak mandi dirumahnya namun si anak tidak sampai meninggal dan setelah beberapa menit sang Ibu mengusirnya dari rumah. Satu-satunya tempat didunia ini yang mampu dikenalinya. Tempat dimana ia menyimpan semua memorinya selama 12 tahun lamanya. Tempat dimana ia menangis dan tertawa disela-sela krisis ekonomi yang makin mencekik dan mendesak aal sehat sang Ibu. Dirinya sudah tak tahu harus kemana lagi, semua impian dan harapannya hancur lebur karena bertabrakan dengan kenyataan yang mengantam begitu cepat bagai kereta yang melalui rumah kecilnya.

Dan inilah dia di sebuah kota besar dengan raungan yang mengancam setiap hari tak peduli apakah matahari sedang tidur atau terjaga. Makhluk yang lebih mengerikan daripada singa di padang rumput atau buaya di tepian sungai. Kemudian sampailah ia di sebuah pintu yang besar dan sangat mewah. Pintu itu memiliki gerbang yang sangat tinggi dan berwarna kuning keemasan. Pada gerbang itu terpampang tulisan "Lebih mudah unta masuk melalui lubang jarum daripada manusia dengan hartanya masuk kedalam"

Disitulah ia kini, berdiri mematung dihadapan gerbang yang tinggi dan baru pertama kali dilihatnya. Ia tak pernah melihat ada gerbang setinggi itu. Kemudian ia duduk disana berhari-hari lamanya sambil menengadahkan tangan kecilnya ke udara. Setidaknya ia dapat hidup beberapa hari lamanya tetapi rasa haus dan lapar yang tiada henti terus menyiksanya. Kemudian dengan sedikit takut ia mulai menetapkan hatinya dan mengetuk pintu gerbang besar yang ada didekatnya itu, bunyi bel bertaluh-taluh memnyeimbangkan simponi sesuai dengan irama jari si anak. Dari sana sebuah tempat yang ada nan jauh didalam keluarlah sang Tuan Rumah sambil membawa handuk dan makanan seolah Ia telah mengetahui apa yang dibutuhkan si anak. Dan sang anak pun bertanya,"Tuan izinkanlah aku beristirahat didalam aku telah berhari-hari kedinginan disini dan aku tak tahu harus kemana."

Sang Tuan Rumah menjawab," Aku tahu tapi kau tidak pernah mau membunyikan bel yang ada digerbang itu hingga hari ini, tiap harinya kau bersikeras menunjukkan bahwa dirimu mampu bertahan hidup sendirian dengan segala usahamu tapi Aku tahu kau tak bisa karena itu aku meminta beberapa pelayanku untuk memberikanmu roti dan uang untuk bertahan hidup walau Aku tahu itu tak akan cukup dan Aku terus menunggu untuk menyambutmu masuk kedalam Rumahku karena jika Aku yang mengambilmu pastilah kau akan menolak dengan berbagai alasan."

Mathew 7:7 "Ask and it will be given to you; seek and you will find; knock and the door will be opened to you. 8 For everyone who asks receives; he who seeks finds; and to him who knocks, the door will be opened.

Senin, 26 Oktober 2009

Pursuing my true self

We are living our lives
Abound with so much information

Come on, let go of the remote; don’t you know you’re letting all the junk flood in?
I try to stop the flow, double clicking on the go, but it’s no use; hey, I’m being consumed
Loading loading loading, quickly reaching maximum capacity
Warning warning warning, gonna short-circuit my identity (ahhhhh)

Get up on your feet, tear down the walls
Catch a glimpse of the hollow world
Snooping ‘round will get you nowhere
You’re locked up in your mind

We’re all trapped in a maze of relationships
Life goes on with or without you
I swim in the sea of the unconscious
I search for your heart, pursuing my true self


OST P4
Shouji Meguro

Wherever You Will Go

So lately, I've been wonderin
Who will be there to take my place
When I'm gone, you'll need love
To light the shadows on your face
If a great wave should fall
It would fall upon us all
And between the sand and stone
Could you make it on your own

[Chorus:]
If I could, then I would
I'll go wherever you will go
Way up high or down low
I'll go wherever you will go

And maybe, I'll find out
The way to make it back someday
To watch you, to guide you
Through the darkest of your days
If a great wave should fall
It would fall upon us all
Well I hope there's someone out there
Who can bring me back to you

[Chorus]

Runaway with my heart
Runaway with my hope
Runaway with my love

I know now, just quite how
My life and love might still go on
In your heart and your mind
I'll stay with you for all of time

[Chorus]

If I could turn back time
I'll go wherever you will go
If I could make you mine
I'll go wherever you will go

The Calling
OST Smallville

...Dan bermimpi...

Sebuah lagu pengantar tidur mengalun
Bermelodikan angin...
Berdawaikan awan...
Bersemayam dalam matahari yang menyisakan rindu

Rindu kepada bulan yang berputar saling mengejar
Berpaku pada hati yang lelah mencari
Dan tibalah ia disini setelah lelah berlari

Lompat pada sebuah konklusi kecil berpita biru
Seorang anak kecil memanjat tiang kecil yang beruntaian
Kenapa harus berteriak jika menikmatinya?
Kenapa memuji jika ingin memaki?

Dalam kabut sebuah mimpi tertelan
Sebuah titik dimana hitam tak lagi terbaca
Adakah penting untuk berbicara selagi musik mengalun?
Adakah sunyi jika melodi tak saling berbalas?

Sudah puas membisu kah engkau langit?
Sudah matikah segala mimpi yang bertebaran dilaut?
Apa tuaian itu telah gugur sebelum penuai tiba?
Apa mungkin semua itu hanyalah boneka?

Tak perlu berbicara walau sepatah kata
Tak perlu mendengar jika tak ingin
Biarkan... disini membisu
Tak perlu hilangkan kabut
Tak perlu hentikan waktu
Melompat antara kenyataan dan mimpi

Aku berbisik,"Adakah kau mengerti?"

...Tidur...

Bagaiman aku menulis?

Bagaimanakah aku menulis?


Mungkin beberapa orang bertanya dengan perasaan apa aku menulis hingga tulisanku penuh rasa putus asa dan kecewa. Di sebuah rumah kecil berjudul blog inilah kupampang berbagai tulisanku, cerminan dari rasa yang tersirat dan lukisan tentang apa yang mampu ditangkap oleh indera yang aku miliki. Segala yang aku lihat menghampiri untuk sekedar berucap salam pada tulisanku. Segalanya. Ya, seperti tulisan teman-temanku, lagu yang kudengar dan setiap nafas yang berlalu bersamaan dengan karbon monoksida yang keluar dari sanalah duri berjudul yang dilihat mencuat, seolah aku menancapkan luka yang dalam ke kulit hingga terluka dan robek.

Kali ini entah mengapa perasaan sedih kembali menerpaku, padahal awalnya kupikir aku baik saja. Aku menemukan banyak hal yang membuatku senang, tapi kini aku merasa sangat lelah karena kondisi tubuhku mungkin atau karena aku seorang yang terlalu banyak bermimpi dan tak mau bangun hanya sekedar untuk mewujudkan mimpi yang kecil? Dan inilah aku. Padahal sebelum aku menyentuhkan jariku pada tuts-tuts keyboard aku merasa baik, tapi semua berubah hanya dalam waktu yang singkat. Sepersekian detik.

Aku menulis sesuai aliran angin yang lolos melalui ventilasi. Seirama dengan derap kencang monster beroda empat yang tiap harinya membunuh Ozon secara perlahan. Senada dengan warna langit. Sangat terdengar menyedihkan. Dan aku tergeletak disini bagai boneka atau lebih mirip Mannequin yang berada di etalase toko mungkin juga tergantung diatap atau celah bagai boneka peramal cuaca.

Aku tidak lebih dari seorang pemimpi dengan tulisan yang penuh khayal dan rasa sakit. Tapi tetap saja tak mau bangun, dan tibalah kini aku dalam kabut yang selama ini memang menyelimutiku. Lihat, dengar, bicarakan. Aku ada.

Minggu, 11 Oktober 2009

Lelaki di tengah hujan

Lelaki itu menantang hujan. Kala itu tubuhnya terbalut dengan kemeja merah dan sebuah celana kain berwarna hitam, dirinya telah terpaku disana selama beberapa menit. Lelaki itu berdiri menatap langit, seolah menanti sesuatu selain hujan yang akan turun dari langit entah bagaimana caranya. Kini ia menengadahkan kepala dengan senyum dan mata yang tertutup, menjadi seorang pendengar yang baik. Mendengar bahasa yang diungkap melalui alam disekitarnya. Menangkap bahasa yang hanya dimengerti oleh hujan, air dan angin.

Sesaat dia menatapkan wajahnya ke bawah, tersenyum kecil seolah puas akan sesuatu. Dan berkata kecil,"inilah yang terus aku tunggu. Hujan. Bukan matahari atau pelangi bukan pula Bulan dan bintang." Kini dirinya kembali masuk ke dunia yang hanya dikenal olehnya, sebuah kotak kecil bertuliskan "Don't Disturb!" yang besar. Dunia yang telah dibentuknya sejak lama ketika dia masih berusia 5 tahun. Sebuah dunia yang terbuat dari rasa sepi yang tak pernah dikenalnya, yang berfondasikan perasaan yang tak pernah terbahasakan lewat alam. Dirinya masih disitu. Berjaga dan menikmati setiap tetesan yang menjatuhkan diri tepat pada setiap jengkal tubuhnya.

Dan kini, ia mulai menggerakkan tangannya seolah memiliki sayap. Dia membuka tangannya lebar-lebar, melemparkan yang satu ke Utara dan yang satunya ke Selatan, menjadikannya sebuah titik poros kutub yang saling berlawanan. Kembali kepalanya menengadah, dengan senyuman. Senyum pahit. Bukan karena menyesal tetapi karena dirinya yang tak mampu mengubah keadaan. Hanyalah hujan yang mampu membahasakan dirinya. Hanyalah hujan yang mampu menemaninya. Hanyalah hujan yang mampu bercerita tentangnya. Hanyalah hujan yang menenangkannya. Hanyalah hujan yang mampu menenangkannya. Hanyalah hujan yang tetap menemaninya. Bukan pelangi juga bukan matahari.

Lelaki itu menantang hujan. Kala itu tubuhnya terbalut dengan kemeja merah dan sebuah celana kain berwarna hitam, dirinya telah menghiasi sudut itu selama 20 menit lamanya. Hujan telah membangkitkan akal sehatnya untuk tidak bunuh diri. Hujan pula yang telah memeluknya selama 1200 detik lamanya. Kini ia menyadari waktunya, juga waktu semua orang tetap bergerak dan tak bisa dihentikan secara paksa. Dan ia menyadari masih ada waktu sebelum hujan ini berhenti. Suatu waktu untuk bergerak maju dan berlari mengejar sesuatu yang ada didepan. Entah apa itu tapi pasti sesuatu itu ada di depan di akhir perjalan ketika waktu berhenti bermaraton dengan manusia. Dan ia pun berlari. Ditengah hujan yang menjadi teman berbincangnya selama satu per tiga jam. Ada kepuasan tersendiri ketika itu, seolah hanya dengan itu saja tubuhnya dapat kembali pada ketegarannya semula.





...Dan ia terus berlari ditengah hujan...





...Hujan yang menyamarkan airmatanya...





...Hujan yang mendapatinya ketika rapuh dan jatuh...





Lelaki itu berlari menatap langit. Kala itu tubuhnya terbalut dengan kemeja merah dan sebuah celana kain berwarna hitam. Berlari menentang hujan. Hujan yang terus mengikutinya sampai nanti.

Minggu, 04 Oktober 2009

Selamat Ulang Tahun, Kembar siamku!! ^^

Hehehe tulisan ini memang kubuat untuk merayakan ulang tahun ke 19 dari seekor Kodok yang kutemui di psikologi kurang lebih satu tahu dua bulan yang lalu. Kodok ini memiliki kacamata, blog, laptop, kata motivasi diri yang selalu dikatakannya (aku ganteng) -_- lalu dia juga memiliki kecebong yang sudah jarang dibawanya jalan-jalan, ada juga Bullfrog besar yang saat ini sedang cedera disana sini, dia memiliki PDA dan laptop, kharisma dan rasa kebapakkan (baca: muka tua), tapi diluar semuanya itu dia memiliki hati yang lembut ternyata.

Dia bisa begitu sedih hanya karena dia melarikan diri pertama kali saat ada bencana, sepertinya dia menuntut cukup banyak. Dia bisa berekspresi sedemikian rupa pada setiap kata-kata yang diucapkan, dia bisa menuturkan banyak hal dari satu hal yang biasa dianggap kecil, dia bisa memikirkan segala resiko yang akan didapat bahkan ketika dia ditilang, dia bisa menuliskan hal memalukan seperti upil; feses; dan sebagainya hanya untuk menutupi dirinya dan menolak ukur dirinya sendiri bagai neraca, dai dapat memutuskan untuk berhenti mengejar, dia bisa bersikap tenang dihadapan banyak orang, dia dapat melesat bagai bintang jatuh hingga bermil-mil jauhnya, dan masih banyak hal yang bisa dilakukannya yang jika ku ceritakan tema tulisan ini akan berubah menjadi apa saja yang dia bisa lakukan. Jadi, sebelum itu terjadi ayo kita pindah topik lainnya.

Sejak pertama kali bertemu, banyak yang menyatakan kami begitu banyak kemiripan. Kami sering tertangkap basah sedang bersama walau tidak melakukan hal yang aneh-aneh tentunya, kami terlihat begitu dekat hingga akhirnya seringkali dikatakan kembar siam oleh teman PMK, dikatakan pasangan oleh beberapa teman, aku sendiri menganggap dirinya sebagai seorang kakak yang benar-benar jarang ditemui. Yah, memang sih hampir semua orang disekitarku saat ini pantas ku panggil kakak. Terkadang tak habis pikir, terkadang untuk berada dekatnya saja sulit sekali seperti mengejar bintang jatuh! Terkadang aku menolaknya mentah-mentah karena minder.

Ya, aku belajar banyak darinya. Terlalu banyak, malah sempat aku menjadikannya sebagai self-ideal dan saat ini aku sedang berusaha menghilangkan mindset itu agar tidak minder dekatnya. HAhahaha dasar aneh! Saat ini aku merasa dia agak berubah, mungkin karena patung perfeksionisme-nya sedang direparasi? Entah, aku tidak tahu tapi mau tahu ^^ Ya rasanya sih seperti dirinya menjauh. Tapi biar itu jadi pikiranku saja deh.

Sampai saat ini masih banyak tulisanku yang merupakan keluh kesah dan hanya muntahan hati, aku tidak berani berucap sendiri jadi inilah mediaku. Seperetinya aku butuh minum air dan pergi ke tempat yang udaranya segar. Eh Shinji-kun mau ikut ga? Tapi ada syaratnya, jangan bunuh diri! Nanti kenangannya ga bagus disana ^^

AKu juga punya feeling kalo kodok ni bakal OL malem-malem gitu jadi aku PD jadi yang pertama buat ngucapin Selamat Ulang Tahun hehehe. Ya, aku memang tidak bisa membuat sticker keren dan bentuk-bentuk lainnya dengan multimedia process. Yang bisa kulakukan hanyalah ini, saat aku online dan aku menuliskan betapa inginnya aku berucap Selamat Ulang Tahun, bukan hal yang besar bagi sebagian orang. Tapi aku ingin jadi yang pertama kali mengucapkannya, walau bukan jam 12 malam dan terlalu dini untuk berucap. Karena aku tak bisa melakukan lebih dari ini. Hei Kodok! Selamat Ulang Tahun, aku akan menunggu sampe silet ditanganmu lepas!!

Selamat Ulang Tahun...

Ribuan detik kuhabisi
Jalanan lengang kutentang
Oh gelapnya tiada yang buka
Adakah dunia mengerti?

Milyaran panah jarak kita
Tak jua tumbuh sayapku
Satu-satunya cara yang ada
Gelombang tuk ku bicara

Tahanlah wahai waktu
Ada selamat ulang tahun
Yang harus tiba tepat waktunya
Untuk dia yang terjaga menantiku

Tengah malamnya lewat sudah
Tiada kejutan tersisa
Aku terlunta tanpa sarana
Saluran tuk ku bicara

Jangan berjalan waktu
Ada selamat ulang tahun
Yang harus tiba tepat waktunya
Semoga dia masih ada menantiku

Mundurlah wahai waktu
Ada selamat ulang tahun
Yang tertahan tuk kuucapkan
Yang harusnya tiba tepat waktunya
Dan rasa cinta yang selalu membara
Untuk dia yang terjaga menantiku

Dewi Lestari
Recto Verso

Sebuah pertanyaan saat hari Minggu

Hari ini kembali aku ke tempat itu. Sebuah tempat didekat sebuah jembatan berwarna merah. Disana ada sebuah gedung yang berdiri dengan keangkuhannya karena baru diperbarui. Disana ada banyak orang yang lalu lalang, ada yang memarkirkan motornya, ada pula yang menjaga stand kecil dimulut gedung itu. Gedung itu berdiri memanjang, dengan gerbang dihadapan mukanya yang membuatnya seolah terjaga dari ancaman luar.

Kali ini aku bersama dengan "kakakku" kami tiba menggunakan sebuah kendaraan dengan dua roda sebagai kakinya dan mesin didadanya sebagai penggerak. Kami melepas pelindung kepala kami saat motor itu menepi. Perasaanku pribadi santai saja, selalu. Terkadang aku tak mengerti kenapa aku selalu kembali ke tempat ini. Hari Minggu. Dan kini, kudapati langkah kakiku berjalan ke arah gedung yang seringkali dikatakan sebagai rumah Tuhan. Tapi apa benar? Kurasa Tuhan tidak tinggal disana jika kita mengikuti dongeng tentang surga yang selalu dicekoki pada kita. Kurasa tempat itu adalah sebuah tempat untuk berkumpul dan memuliakan Dia bersama, tempat dimana sukacita berlimpah karena disekitarmu ada banyak orang yang memuji dan memuliakan Dia bersamamu. Apa aku salah?

Aku memasuki gerbangnya, dan melangkahkan kakiku ke dalam. Ada seorang wanita yang memberikan sebuah amplop kecil berwarna biru. Disitu tertulis, "persembahan pembangunan" baiklah, sejujurnya aku tidak mengisinya. Aku bersama senpai mencari tempat duduk yang sudah di booking oleh kak Icha sebelumnya. Kak Icha adalah kakak angkatanku, saat ini dia S2 di psikologi UGM, dia datang lebih dulu. Kami berjalan agak kedepan hingga akhirnya mendapati Kak Icha yang sedang duduk manis dibelakang. Kami menghampirinya dan duduk, kemudian berdoa sebelum akhirnya menatap lurus mengikuti ibadah.

Sesaat aku merasakan sesak, rasanya ingin menangis. Entah kenapa. Ini adalah yang kedua kalinya, minggu lalu saat aku ke gereja bersama Kak Fona pun aku hampir melelehkan embun dipipiku. Terlebih saat mereka menyebutkan tentang keluarga. Sebelumnya sebuah nyanyian menohokku dengan dalam.

Allah mengerti... Allah peduli segala persoalan yang kita hadapai tak akan pernah dibiarkannya kubergumul sendiri sebab Allah peduli
Hari ini, sebuah kata keluarga menusuk dan meremas jantungku hingga terasa sesak sebelum dapat ku kontrol lelehan yang hampir keluar dari kantung mataku. Aku sendiri bingung dengan kondisi seperti ini. Padahal sebelumnya aku tak pernah begini. Baiklah aku memang cengeng tapi bukan berarti sebuah kata dapat menohokku begitu dalam kan? Yah, inilah aku kembali jatuh dalam depresi yang bodoh. Dan... Entah kenapa akhir-akhir ini aku sulit percaya pada orang lain (lagi)