Minggu, 21 Juni 2009

Hari yang baru

Cukup! Lelah aku mendiami kubangan lumpur, bosan sudah aku dengan bilur darah yang mengalir. Aku muak melihat ratapan sedih dan tidak berdaya! Aku sudah berada kondisi seperti itu dalam yang cukup lama tapi tidak ada yang memberi pengertian tentang jalan keluar. Yang aku terima hanyalah pesan semangat dan usaha untuk mengeluarkanku dari kondisi ini. Apa tidak dapat dimengerti bahwa aku sedang menikmati saat ini? Aku sekali pun tidak menyesalinya, tapi malah ditarik dan menganggap bahwa aku ini sedang sekarat dan butuh pertolongan!

Aku tidak butuh pertolongan yang aku butuhkan hanya jawaban kenapa bertingkah seperti itu? Aku tahu kalau ini tidak baik tapi aku menikmatinya lalu kenapa kalian justru mencoba menghilangkan kesenangan itu? Aku hanya butuh sedikit waktu dan aku tegaskan bahwa aku ini normal setidaknya dalam pandanganku. Dan yang membuatku terganggu adalah ucapan pemberi semangat untuk keluar tanpa adanya uluran tangan dan tanggapan ata pertanyaanku. Percayalah aku tidak apa-apa.

Dan kini, aku telah keluar dari kubangan hitam itu, bersamaan dengan bulir darah yang keluar dari tubuhku ini. Kalau bisa aku ingin kita kembali seperti dulu dan tetap tersenyum bersama. Tapi kelihatannya tidak bisa karena banyaknya pandangan yang membuat kita justru semakin menjauh. Saat ini aku sudah mendapat jawabannya, jawaban dari pertanyaanku beberapa waktu yang lalu tapi tidak satu pun jawaban itu kuterima dari kalian. Aku hanya mendapat tatapan penuh bela sungkawa terhadapku. Hei, aku belum mati!

Dan sekarang dengan jawaban yang telah kumiliki ini aku akan melanjutkan hidupku. Aku ingin menjadi penghubung bagi orang disekitarku, ingin menjadi sesuatu yang bisa berada disisi setiap orang dan dengan menulis aku bisa mulai membahasakan pikiranku. I'll lead the brand new days.

Aku ingin mulai dari awal lagi. Yah beruntunglah jika aku amnesia. Aku akan mulai berjalan lagi. Sendiri cukup bagiku tapi bersama lebih baik. Aku telah kembali dan jangan lagi memunculkan wajah seperti waktu aku berada dalam kubangan karena aku muak.

Cukup sudah menjadi makhluk yang menakuti kegelapan dan terang. Aku akan maju kali ini biar sinar menunjukkan wajahku, biar gelap tak lagi menutupi. Sebuah harapan itulah yang membuatku bangkit dan pergi dari kubangan lumpur itu, aku memang sempat merasa menjadi makhluk paling malang sedunia tapi aku menyadari bahwa aku adalah makhluk biasa saja, tidak terlalu beruntung juga tidak terlalu menyedihkan.

Harapanku selanjutnya adalh tidak melihat wajah yang bersedih, seluruh kata yang terliaht seperti katarsis dalam setiap tulisanku hanyalah sedikit dari perasaan yang aku lepaskan. Beberapa seperti halusinasi dan mimpi yang aku tak alami cukup dengan merasakannya saja. Aku akan bangkit dan berhenti membaca beberapa tulisan temanku. Ya, tulisan yang penuh tuntutan dan rasa sedih itu tak lagi kukenal.

Kamis, 18 Juni 2009

Sekali lagi ya... .


From here start new miracle, with you once more in shining place


Baca yang ini dulu : "Tarian dalam Air", "Mainkan Musiknya...", untuk apa tarian ini?"


Aku melihatnya melakukan ini demi produser
Dia berkata ingin melihat produser tersenyum
Dengan lambaian tangannya dan not baloknya
Ditunjukkannya semua karya yang dimainkannya
Semuanya indah dan merdu...
Tapi dia merasa sendiri...

Sejuta mata menunggu aba-aba
Menanti apa yang akan dilakukannya ditengah... sendirian
Inilah punggung yang pernah kucela
Inilah punggung yang ingin menunjukkan jalan
Kalau begitu tunjukkanlah...

Senang aku melihat punggungnya yang tegap
Dengan yakin dia mengarahkan kaki kami
Demi kesenangan sang produser
Sulit bagiku memahami nada
Sulit bagiku memahami sebuah orkestra

Tapi aku disini bersama yang lainnya
Cobalah dengar kami akan berusaha
Dengan anggota ini kami akan bermain
Produser, lihatlah kami dukunglah kami
Apapun itu nyanyikanlah
Nada yang manapun perdengarkanlah

Masih ada waktu masih ada harapan
Aku masih ingin melihat senyuman dari anggota baru nantinya
Masih ingin aku melihat senyuman Produser
Dengan alat yang seadanya ini...
Masih ada sebuah warna lagi yang belum dicoba

Konduktor... aku yakin semua bisa menjadi baik
Masih ada hari esok dan mimpi masih berlanjut
Masih akan ada keajaiban yang aku percaya
Aku berjanji akan bermain dengan lebih baik
Masih ada simponi yang ingin kudengar
Masih ada tarianmu yang belum kulihat

Kali ini aku percaya kau akan baik saja
Tetaplah menari dalam air
Kita akan memainkan sebuah melodi
Melodi seindah kicauan burung pagi
...Seindah senja hari...


In dazzling, shining moments we were all together
I spent them without realizing how precious they were

Now, to remember them fondly I will embrace the feeling

You were right there with me

Always always always you were smiling there beside me

Even if I lose you, I'll get you back, I will never leave you

Kamu berharga bagiku

I Samuel 16
16:7 Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."

Perkenalkan aku adalah boneka kayu yang hidup di atas sebuah bukit kecil. Di sini di sebuah desa kecil aku bersama boneka kayu yang lain hidup berdampingan. Kami memiliki sebuah kebiasaan unik untuk menempelkan sticker berbentuk bintang berwarna kuning emas pada setiap yang berbuat baik atau memiliki kemampuan khusus! Jadi semakin banyak bintang yang dikumpulkan semakin banyak pula hal hebat yang dilakukannya.

Selain itu kami juga biasa menempelkan sticker berwarna abu-abu jika ada yang bertindak ceroboh, melanggar aturan, ataupun berbuat kesalahan. Semakin banyak yang sticker abu-abu ditempelkan berarti semakin payah dia. Setiap tahun kami akan menghitung berapa jumlah bintang dan titik abu-abu yang dimiliki seseorang hal ini menjadi sebuah adat rutin yang lucu. Semua yang ada disini selalu berusaha jadi yang istimewa dan baik menurut yang lain.

Hei, lihat ada sirkus! Disitu aku melihat ada yang ber-juggling ria dengan 6 jenis benda berbeda. Wah hebat sekali! Kami semua menepukkan tangan sambil memerhatikan dengan kagum. Hebatnya... . Kemudian seperti biasa kami menempelkan bintang padanya. Hari ini adalah hari penghitungan bintang dan hanya aku yang tidak memiliki bintang. Hanya titik. AKu harap punya keahlian khusus atau apa sajalah agar aku memiliki sticker bintang.

Aku mencoba segalanya untuk dilihat baik dimata yang lain. Tapi tidak ada yang berhasil, aku hanya dijadikan bahan olokan oleh yang lain. Semuanya menganggapku sebagai yang tak bisa melakukan apa-apa. Yah, memang begitu kenyataannya aku yang memiliki banyak sticker abu-abu mana mungkin pantas dibandingkan dengan yang lain.

Tapi aku menemui sesuatu yang mengejutkanku. Namanya Lucia, dia tidak memiliki sticker menempel pada tubuhnya. Jangankan titik, bintang saja tidak ada. Tidak ada satu pun sticker yang mampu menempel pada tubuhnya. Aku jadi bingung. Kenapa setiap sticker tidak ada yang mampu menempel padanya? Lalu, ia mengajakku ke atas bukit dimana sang tukang kayu bekerja. Menurut yang kudengar itu adalah ide yang gila! Tukang kayu adalah sosok yang begitu besar dan mengerikan, ia bisa saja meremukanku begitu kami bertemu. Tapi Lucia hanya tertawa.

Lucia berkata bahwa yang dilakukannya untuk menghilangkan semua sticker itu hanya dengan pergi ke bukit dimana si tukang kayu berada dan berbincang dengannya. Ide konyol. Bagaimana mungkin dia mau bertemu denganku? Jangankan dirinya yang lain saja ingin aku pergi jauh. Tapi aku tak punya pilihan, aku ingin tahu bagaimana dan sudah lelah aku dengan titik yang menempel padaku.

Aku memberanikan langkahku masuk ke rumah besar itu. Disana, tentu saja, ada alat pertukangan yang sangat besar. Baiklah ide menemui tukang kayu memang ide bodoh saatnya keluar tanpa diketahui. Aku melangkah mencari pintu keluar. Perlahan. Hingga akhirnya si tukang kayu memanggil namaku dengan lembut. Eh, bagaimana mungkin dia tahu namaku?

Dia berkata bahwa dialah yang menciptakanku dan semua yang ada ditempatku jadi aneh kan kalau dia tidak mengenali aku? Aku berbincang dengannya tentang hal yang kualami di desa, tentang sticker dan berbagai hal bodoh yang kulakukan hingga titik abu-abu yang kudapatkan di sekujur tubuhku. Lalu dia berkata padaku bahwa itu semua tidaklah penting, karena yang terpenting bukanlah yang lain pikirkan tentangku tapi apa yang dia rencanakan bagiku. Baginya aku ini istimewa, karena aku adalah miliknya.

Dia tidak merasa bahwa aku terlalu jelek, bahkan dia ingin kami mengobrol setiap harinya. Karena dengan begitu kami dapat saling mengenal dan setiap sticker yang diberikan padaku akan terlepas. Aku tahu itu semua butuh waktu yang lama karena itu aku akan memulainya sekarang. Sticker ini benar-benar menyebalkan bukan karena warna abu-abunya tapi karena ini begitu lengket dan membuatku merasa tidak nyaman. Jadi aku ingin segera melepaskannya, aku pulang kerumahku dan berjanji pada si tukang kayu untuk menemuinya lagi besok. Aku senang sekali karena ada yang menganggapku berharga.


Inspirasi dari

You Are Special


Max Lucado

All the love in the world

Aku tidak mencari seseorang untuk kuajak bicara
Aku memiliki teman, itu lebih dari cukup
Aku memiliki segalanya yang diharapkan oleh orang
Aku menghidupkan mimpiku tapi mereka bilang itu tidak berarti

Aku tidak mau terbangun
Tidak mau bangun dan menyadari aku sendiri
Aku masih yakin kau akan berjalan meninggalkanku
Aku butuh sebuah kepastian
Maka akan kuberikan seluruh cinta di dunia

Aku sering berpikir mungkin cinta hanya ilusi
Hanya untuk mendapatimu di hari yang sepi
Aku tak mungkin mencelanya, aku benar-benar yakin
Diam-diam imajinasi membawaku pergi

Aku masih percaya
Aku melupakan hal yang penting
Aku butuh seseorang yang benar-benar memerhatikanku

Aku tidak mau terbangun
Tidak mau bangun dan menyadari aku sendiri
Aku masih yakin kau akan berjalan meninggalkanku
Aku butuh sebuah kepastian
Maka akan kuberikan seluruh cinta di dunia

Cinta untuk selamanya
Bukan cinta sesaat
Bagaimana mungkin aku membuangnya?
Ya, aku hanya manusia

Dan malam menjadi semakin dingin
Tanpa seorang pun yang mencintaku seperti itu
Ya, aku butuh seseorang yang benar-benar memerhatikanku

Aku tidak mau terbangun
Tidak mau bangun dan menyadari aku sendiri
Aku masih yakin kau akan berjalan meninggalkanku
Aku butuh sebuah kepastian
Maka akan kuberikan seluruh cinta di dunia

Aku tak mau terbangun dan sendiri


All the love in the world

The Corrs

Selasa, 16 Juni 2009

YUI - Goodbye Days

Dakara ima ai ni yuku
So kimetanda
Poketto no kono kyoku wo
kimi ni kikasetai

Sotto boryu-mu wo agete
Tashikamete mitayo

Oh Good-bye Days
Ima, kawaru ki ga suru
Kinou made ni
So Long
Kakko yokunai
Yasashisa ga soba ni aru kara
La la la la la with you

Katahou no earphone wo
Kimi ni watasu
Yukkuri to nagare komu
Kono shunkan

Umaku aisete imasu ka?
Tama ni mayou kedo

Oh Good-bye Days
Ima, kawari hajimeta
Mune no oku
All Right
Kakko yokunai
Yasashisa ga soba ni aru kara
La la la la la with you

Dekireba kanashii
Omoi nante shitaku nai
Demo yattekuru deshou, oh
Sono toki egao de
"Yeah, Hello My Friends" nante sa
Ieta nara ii noni

Onaji uta wo
Kuchizusamu toki
Soba ni ite I Wish
Kakko yokunai
Yasashisa ni aeta yokatta yo
La la la la good-bye days



-------------------------------------------------------------------------------------------------


So I’ll go to you now, I’ve made up my mind
I want to play you the song in my pocket

I quietly turned up the volume to make sure

Oh good-bye days
I feel like things are changing now
So long yesterday and before
I have a clumsy tenderness by my side
~With you

I pass you one earphone
And in that moment, it plays slowly

I am I loving you right? Sometimes I get confused

Oh good-bye days
Now what’s in my heart has begun to change, alright
I have a clumsy tenderness by my side
~With you

I don’t want to have sad thoughts if I can help it
But they’re bound to come, right?
When they do, I’ll smile and say
Yeah hello! I hope I can call you
My friend…

When we sing the same song
Be by my side, I wish
I’m glad I found that clumsy tenderness

…Good-bye days



Rabu, 10 Juni 2009

Show Time!!

Hari ini sebuah tirai terkuak lebar. Inilah hari pentasku yang pertama. Sebuah drama tentang orang miskin tentang seorang gelandangan pincang yang hidup dibawah kolong jembatan. Disana aku hidup dengan seorang kakek, dua orang pelacur, dan seorang preman. Itulah aku, seorang gelandangan pincang yang hidup dikolong jembatan. Aku bertahan hidup dengan mengais di tong sampah mencari apa pun yang bisa dimakan. Bawang prei, labu siam, jagung yang hampir atau malah sudah busuk itu.

Malam ini, aku dan kakek memasak untuk makan malam. Makanan busuk yang kutemukan itu menjadi menu utama seperti biasanya. Sepertinya hari ini TUHAN tidaklah bersahabat, tetes demi tetes awan menangis dan berteriak menggelegar. Seruannya serupa dengan truk gandeng yangmelewati jembatan di atas kami. Seorang dari pelacur itu berkata bahwa hari ini ia harus makan yang enak. Bosan dirinya dengan sampah yang kubawa setiap harinya. Dan jika hari hujan maka ia tak bisa memakan makanan itu. YA, Nasi putih sepiring, Telur balado, dan rendang yang bumbunya kental berminyak-minyak teh manis hangat dan sebagai penutupnya pisang raja sesisir.

Akhirnya hujan pun turun, mereka tetap pergi. Dengan becak yang setiap hari siap mengantakan mereka. Becak LENDIR!! BECAK JAHANAM!!!! Dengan pura-pura menawarkan jasa dia pasti mau mendekati kekasih hatiku. Mereka pergi dengan becak itu, dengan kesal aku mengaduk masakanku. Lalu tinggallah aku bersama dengan kakek disitu, kami memperbincangkan nasib kami. GELANDANGAN. Orang yang hidup dari sampah jalanan yang seandainya mati pun tidak akan ada yang memperhatikan. Paling kami akan mengambang di kali bau dekat jembatan ini atau jadi bahan praktek mahasiswa kedokteran sana.


Beginilah dunia gelandangan, bagaikan suatu lingkaran setan yang tidak tahu mana pangkal mana ujung. Apa lagi saat ini yang dipandang oleh orang hanyalah fisik! Mana mungkin aku dapat pekerjaan untuk keluar dari sini. Tubuh ini tak mampu aku manfaatkan dengan baik, waktu luangku yang banyak membuatku makin terikat disini. Mencari pekerjaan ibarat mencari jodoh siapa yang paling cakap secara fisik pasti akan diijinkan mendaftar, beda dengan diriku yang tidak punya apa-apa. Kalau aku punya Sepatu dari kulit, rambutku diberi minyak, jaket, dan barang mahal lainnya aku pasti bisa melamar. Tapi jangankan sepatu untuk makan sehari saja sulit aku pasti langsung ditendang keluar begitu memasuki pintu gerbang.

Tak terasa hujan berhenti, lalu datanglah si preman yang biasa kami panggil bopeng. Dia membawakan kami makanan. Jarang sekali. Dibelakangnya mengekor sesosok wanita desa. Dia ditipu oleh suaminya dan tersesat sampai disini. Huh, dasar kampungan! Lalu aku mulai menyindirnya karena aku memang sedang kesal. Dan tanpa basa-basi si Bopeng menghantam tubuhku hingga jatuh ke tanah, dia mencoba memukulku terlihat sekali betapa dia emosi. Segera Kakek melerai kami, kami masih saling menatap dengan penuh kebencian. ANJING! Kakek, yang aku hormati, meminta aku duduk dan menikmati makanan yang dibawa oleh si bopeng. Aku duduk di satu sisi dan bopeng disisi lainnya.

Kami membuka bungkusan itu, melihat isinya dan betapa terkejutnya karena makanan itu sangat mewah. Dan kami mempertanyakan asal makanan itu, darimana dia dapat uang untuk mentraktir kami terlebih dia juga sudah makan bersama si gadis. Ternyata, dia telah mendapat pekerjaan. Pelaut. Besok dia sudah harus pergi. Kami berdua terkejut senang dan sedih. Senang karena salah seorang dari kami mendapat hidup yang layak, sedih karena kami akan berpisah terlebih dengan si gadis karena wanita tidak boleh masuk kapal. Kami menceritakan apa yang kami tahu kepada si gadis tentang kepergian si bopeng. Dia merajuk minta ikut tapi tentu bopeng menolaknya, akhirnya aku turun tangan. Dasar tidak tahu diri hanya menambah beban saja. Aku terus menekan bopeng hingga akhirnya dia mengancam berkelahi. Aku tidak takut, tubuhku memang kecil dan pasti mudah dijatuhkan seperti tadi, berbeda sekali dengan tubuhnya yang kekar. Dia memang kuat diluar tapi didalam hah hatinya itu kecil! Mudah terbawa suasana. Kini aku menjelaskan bahwa dia harus menentukan apa yang dia lakukan selanjutnya. Kami tentu saja akan berputar dalam lingkaran setan seperti biasanya. Dia menangis.

Kini pujaan hatiku datang, dan entah kenapa dia hanya sendiri tidak bersama kakaknya yang ambisius itu. Lalu kami bertanya padanya apa yang terjadi. Dia menyerahkan oleh-oleh dari kakaknya dan melihat penghuni baru. Aku jelaskan padanya bahwa si penghuni baru hanya akan tinggal sebentar dan besok dia akan pulang. Ternyata si Kakak tadi terkena razia dan seorang babah gemuk bersedia menikahinya ditempat. Tentu Kekasihku ini sangat senang. Tapi bagi kami ini menyakitkan. Kami akan ditinggalkan. Terlebih kemudian dia bersuara bahwa dia akan pergi menikah. Hatiku remuk. Dia berkata akan menikah dengan tukang becak yang selalu mengantar jemput dirinya. CIh, kenapa dengan dia?! Apa tidak tahu aku begitu membencinya.

Kekasihku menjelaskan panjang lebar bahwa ia masih mencintaiku. Tapi karena aku tidak mampu memberi apa-apa selain harapan palsu dia pun kecewa, dan setelah memikirkan masak-masak akhirnya dia memilih menikmati kebebasan. Sebuah KTP. Aku ingin berontak tapi apa yang dikataknya semua itu benar adanya bahwa jika terus bersamaku apa jadinya nanti. Bersama seorang gelandangan. Dia pergi. Kami menangis, aku ingin mengejar tapi kakiku rasanya terantai oleh kata-katanya tadi.

Akhirnya kami tinggal terdiam disini. Si gadis memutuskan untuk pulang dan aku diminta mengantarkannya. Aku masih meratapi kejadian tadi. Mereka menyindirku! Mereka merencanakan apa yang aku lakukan. Tidak! Aku tidak mau! Aku ingin mengembalikan kejayaanku! Aku mau bergerak dan menghirup kebebasan. Biarkan tubuh ini kembali bekerja dan menikmati setiap tetes keringat yang keluar. Aku telah putuskan aku akan mengantarkan si gadis ke desanya dan mencari pekerjaan disana. Aku memang sedih meninggalkan kakek tapi aku harus memandang jauh ke depan. Hidupku Masih Panjang!

Rasa kesepian karena ditinggalkan terasa menyakitkan. Lebih dariapada kematian. Kakek, jaga diri ya?!

Mainkan Musiknya... .


Tirai terangkat...
Aku menatap seorang konduktor


Dia membiarkan produser memilihkan bagian yang akan kami mainkan
Baginya pilihan produser itu adalah yang terbaik
Kami memegangnya dengan wajah senang

Sang konduktor tersenyum
matanya yang penuh harap menohok hati
Seolah ingin berkata,
"Inilah yang terbaik"

Aku mencoba menyamakan nada dan intonasi
Menggapai sesuai gerakan tangannya
Tapi kami berbeda... orkestra terdengar ramai
Tapi tidak indah...

Aku tak memikirkannya...
Hanya lambaian tangan yang kutangkap
Seolah semua bermain dengan satu nada
Tak terkecuali aku

Bila kudengar dan cermati banyak yang hilang
Bila kuperhatikan banyak yang tidak melihat not balok
Bila kukatakan ini bukan orkestraku
Bila konduktor mengerti kiranya sampaikanlah nada mana yang dimainkannya
Bukan padaku... Bukan padanya... atau produser
Tapi Kami...

Lambaian tangannya begitu cepat...
Kami terengah mengejar tapi juga kecewa
Kecewa karena mengecewakan...
Aku tak mau putus asa...
Saat ini konduktorkulah yang menjadi kompas



Aku menatap punggungnya dengan lirih
Entah kenapa... Entah bagaimana
Sebaik apapun ia bermain
Sehebat apapun dia memandu
Aku tak memikirkannya karena janji

Aku tahu nada itu bukannya gagal atau tak beraturan
Yang aku dengar hanyalah nada yang belum disamakan
Mungkin Kami membuka not dibagian yang salah
Konduktor... Kamu adalah Kompasku sekarang



Aku tak peduli apa yang dirasakannya
Aku hanya ingin Orkestra ini berjalan baik
Agar Produser tidak kecewa
Karena Dia begitu baik dan aku akan belajar







Aku mendengar konduktorku mempertanyakan
Mungkin saja yang dilihatnya adalah sesuatu yang berbeda
Kelompok orkestra ini tidak begitu berubah dengan yang kupimpin
Konduktor... Jangan menyerah suatu hari pasti nada itu akan bersatu
Tunjukkan pada kami halamannya...
Beritahukan kami bagaimana memulainya...
Sama Seperti dulu...





AKU INGIN MELIHAT WARNA MUSIKMU KARENANYA AKU BERTAHAN BUKAN UNTUK MELIHAT PUNGGUNG TAPI UNTUK MELIHAT LAMBAIAN TANGAN PENUH MAKNA. SEORANG KONDUKTOR.




Aku ingin merasakan bagaimana kamu memimpin orkestra ini.
Keinginan bebas yang tak terbatas dengan sudut pandang berbeda.


Sabtu, 06 Juni 2009

Inilah Jawabanku

Sudah beberapa hari ini hatiku terasa kering. Tubuhku seolah tak bertulang. Lemas aku terduduk di pojok menikmati peluru yang bersarang dalam tubuhku, merasakan hangatnya darah yang melelh keluar bersama sisa hidupku. Semua kenangan manis menguap perlahan membekaskan mimpi sejuta rindu, aku tak ingin menerjang biarlah waktu ini kunikmati sendiri hingga tiba saatnya nanti tak ada lagi yang merayu.

Aku masih ingat rasanya berlari dengan peluru yang bersarang dalam tubuhku. Sakit. Tapi bagiku itu sebagai sebuah pertanda untuk mencabik. Aku butuh pelampiasan yang mendalam. Karena aku ini binatang jalang. Sebagai bukti aku hidup aku ingin menerjang sampai detik-detik terakhir dari hidupku. Aku belum mau mati, masih banyak hal di dunia ini yang belum kulihat. Dunia masih terlalu luas bagiku.

Tapi saat ini, aku ingin tetap duduk hingga banjir diriku dengan darah. Darah segar milikku. Tapi tenang saja, aku tidak akn berlama disini karena segera aku akan beranjak. Aku tak mau mati disini, aku hanya sedang menjalani sebuah proses. Aku sedang mencari jawaban atas pertanyaan yang kuajukan dan inilah satu-satunya cara untuk menemukan jawaban itu. Saat ini aku sedang terombang-ambing di tengah lautan lepas, mencari sebuah pulau. Setelah aku menemukannya nanti dan aku tak puas aku akan terbang dengan pesawat jet ke pulau seberang untuk menikmati tempat itu lagi. Biar aku mengerang antara Deru dan Debu.

Sebuah sore di dekat FEB

Cermin

It will not be as troublesome as it is if you can just erase the hatred in your heart because the most powerful enemy is always yourself

Aku memandang sebuah cermin. Cermin itu begitu besar tingginya kurang lebih setinggi diriku, karenanya aku bisa melihat tubuhku secara utuh. Dari ujung kaki hingga ujung kepala, aku perhatikan perlahan lekuk demi lekuk dari tubuhku itu. Setiap inci aku amati baik-baik kiranya mungkin ada yang salah disana, ada yang jelek, ada yang tidak sesuai dengan keinginanku. Walau mungkin ada juga sisi yang baik di situ.

Lalu aku mulai memikirkan bagaimana cara untuk mengubah hal yang jelek itu hingga sesuai dengan keinginanku. Semua pemikiran tentang yang ideal merasukiku seketika, dengan kecepatan cahaya aku dilingkupi perasaan bersalah yang hebat atas segala keterbatasanku. Semua kesalahan yang ada padaku menusuk hatiku lebih dalam setiap harinya dan aku menikmatinya dengan sebuah pikiran tentang yang ideal.

Perlahan rasa itu terasa semakin menyakitkan tapi aku tidak tahu harus berbuat apa. Yang aku inginkan hanya menjadi lebih baik, lebih sempurna apa itu salah? Kenapa itu begitu sulit? Walau teman-temanku berkata bahwa aku yang sekarang tidaklah jelek, tapi bagiku banyak sekali lubang yang harus kututupi.

Banyak yang salah dan aku hanya ingin jadi lebih baik lagi. Aku benci terhadap setiap lekukan tubuhku, di setiap jengkal pada tubuhku selalu terasa kurang baik bagiku. Mungkin bagi sebagian orang aku terlihat baik tapi setiap kali aku melihat cermin itu, cermin itu selalu menampakkan setiap sisi yang ada padaku baik yang buruk maupun yang baik. Aku berpikir apa yang dipikirkan orang ketika melihatku. Aku berpikir apakah ini etis? Aku berpikir, berpikir, dan terus berpikir ada yang kurang. Selalu. Selamanya.

Hingga sekarang aku tak mampu lagi merasakan nikmatnya hal yang dulu aku nikmati. Aku ingin merasakannya lagi, menikmatinya, melakukan hal yang menyenangkan. Tapi cermin itu selalu berkata bahwa aku salah, jika aku melakukannya maka aku akan menjadi jelek. Sehingga aku tak berani menatap cermin itu. Setiap aku menatapnya ingin aku berteriak.

Aku tahu akan ada yang menerimaku apa adanya. Tetap seperti ini dengan kejelekkan yang ada padaku. Tapi aku sendiri tidak mampu menerimanya. Suatu ketika ada yang mengatakan padaku bahwa kami akan membenahi semuanya bersama, tapi itu tidaklah tercapai karena semua telah terlambat. Terlalu banyak lubang yang kupikirkan.


....Aku hanya ingin menjadi lebih baik....


Terinspirasi dari Bulimia









Mungkin itu hanya caraku yang memandang dari satu sisi cermin dan tidak mengindahkan yang lain. Sisi cermin yang membuatku mengeluh dan mengeluh terus tapi tak kulihat sisi terang dari cermin itu. Sulit bagiku mengacuhkan sisi jelek dariku tapi menyakitkan jika terlalu banyak menuntut. Aku ingin melihat dari cara yang berbeda, sebuah sudut pandang yang berbeda.

Senin, 01 Juni 2009

Dunia yang Akan Berakhir

Dunia ini adalah dunia yang indah dengan gemerlap cahaya yang mengapung ke udara. Cahaya yang hangat. Dunia ini sangatlah indah, sangat damai, dan sangat lengang. Di sini aku bisa melakukan apa pun yang aku mau tanpa ada yang melarang karena di dunia ini hanya ada aku sendiri di dunia yang besar ini.

Dunia ini akan segera berakhir. Di dunia ini hanya ada aku, tidak ada lagi manusia selain aku yang hidup disini. Aku kesepian. Akhirnya aku memutuskan untuk membuat seorang teman, aku mulai mengumpulkan berbagai barang dan benda lalu mengumpulkannya menjadi satu. Aku tahu ini tidak akan berhasil karena di dunia ini tidak akan ada lagi yang lahir atau pun mati. Dunia ini akan segera berakhir.

Ternyata aku salah, benda yang kususun menjadi sebuah tubuh kini bergerak. Ia menggerakkan jarinya perlahan lalu mendongakkan kepalanya ke arahku. Aku begitu senang dan mencoba mengajarinya banyak hal seperti berdiri dan berjalan. Itu aku lakukan agar aku tak lagi kesepian. Dia adalah teman pertamaku dan mungkin yang terakhir karena di dunia ini tidak akan ada lagi yang lahir atau mati. Kami tinggal di sebuah rumah kecil yang sederhana, menghabiskan waktu bersama dan walau dia tak bicara aku mengerti apa yang ingin diisyaratkannya dan aku tak merasa kesepian lagi.

Dia pernah bilang kalau di suatu waktu entah dimasa depan atau di masa lalu ada sebuah cahaya yang memberi pengharapan dan dari sanalah ia berasal. Dari tempat dimana ada banyak manusia dan keramaian yang indah. Dunia yang tak pernah kuketahui. Dia terus bersamaku setiap hari hingga akhirnya di merasa bosan dan kesepian. Ia memintaku membuat seorang teman lagi.

Lalu, aku putuskan mengumpulkan berbagai benda dan menyusunnya kembali persis seperti yang aku lakukan saat aku pertama kali membuat teman. Tapi kali ini ia tak bergerak. Aku melihat temanku dan terlihat dia begitu sedih, tanpa menyerah ia memberi isyarat agar teman yang kubuat bergerak, berharap akan ada perubahan setidaknya jemari uang bergerak. Aku tidak mampu melihatnya begitu, akhirnya aku memeluknya dari belakang dan berkata,"cukup."

Akhirnya kami menguburkan teman kami itu. Saat itu temanku memberi isyarat bahwa suatu saat nanti ia akan membawaku ke tempat yang entah ada dimana, tempat yang terletak di masa lalu atau masa depan, entah bagaimana caranya tapi ia berjanji akan tetap bersamaku. Membawaku ke tempat yang indah itu, tempat yang tidak kuketahui.

Dunia ini adalah dunia yang akan berakhir tidak ada satu pun yang akan terlahir lagi atau mati di dunia ini.








Ditulis dengan berbagai revisi
From Clannad

Perjalanan Seekor Burung

Seharusnya sayapku mampu menerbangkan aku tinggi hingga mencapai angkasa. Membelah langit merah yang seolah mengucapkan selamat tinggal pada siang hari tapi ternyata tidak bisa. Seharusnya ada bintang yang menunggu untuk kujemput di satu sisi di langit. Satu bintang besar yang didekatnya kehangatan terpancar dengan lembut dan dari cahayanyalah aku dituntun dalam kegelapan.

Seharusnya air mampu melepaskan segala dahaga dan hausku. Menyegarkan aku yang letih karena pencarian yang jauh dan menjemukkan. Kiranya air membasuh wajahku yang sendu dibawah teriknya matahari sehingga aku mampu menembus jarak yang lebih jauh.

Sebaiknya suara menuntun aku ke lembah yang sunyi agar aku dapat beristirahat dari sorotan bulan dan matahari. Biarlah aku tertidur walau hanya enam puluh menit lamanya agar aku kembali pada kesegaranku. Sebaiknya matikan saja semua lampu dan biarkan aku merebahkan diri dalam sesaknya malam.

Melodi akan rasa rindu dan bunyi yang menenangkan jiwa menghantarkanku ke arah kebenaran dan euforia yang berlebihan. Menyatukan aku dengan segala faktor kehidupan, menghangatkan sekitarku dan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Dalam dera hujan atau terik matahari aku terus melaju ke suatu tempat yang pastinya ada di ujung sana.

Nampaklah bagiku sebuah harapan diujung malam, melambaikan kata hai bersama dengan biru lalu terisyaratkan lewat kehangatan lingkaran besar yang merayap di sebelah timur. Aku harus kembali bergerak, meregangkan otot tubuhku hingga aku siap menantang dunia dengan kaki kecilku dan semangat akan hari baru. Aku percaya suatu hari nanti--mungkin di suatu tempat yang belum ku ketahui--akan ada yang membawakan aku sebuah bintang yang mampu menghangatkanku, melepaskan dahagaku, membuatku nyaman, dan menenangkan hatiku sehingga tak perlu lagi aku membelah langit mencuri pandangan setiap yang melihat ke arah lingkaran besar berwarna orange di sudut sore.


Psikomedia Goes to Solo(1)

Dalam rangka perbandingan PersMa PSikologi yang bernotabene Psikomedia maka diluncurkanlah sebuah ide gila bin jijay "ke Solo yuk" tanpa mikir buat apa kecuali refreshing. Pada awalnya kami akan berkumpul jam 10 pagi taqpi ada sms lanjutan yang bilang datanglah jam 9, trus pake jadwal kedua aja karena solo kan jauh pikirku begitu. Dan karena ini adalah kejadian yang penting maka akan aku abadikan lewat dunia Maya ini. Jadi akan kuceritakan hal ini secara kronologi, singkat, tajam, dan dalam sedalam ngulet.

Pagi hari...
Bangun setengah enam dan langsung buka HP liat sms yang bertuliskan "...olahraga, lari, cincang, bakar..." yang bikin agak il-feel kemudian dilanjutkan dengan SaTe alias Saat Teduh selama setengah jam yang membuatku terlambat olahraga. Dengan persiapan setengah matang spesial atau lebih gampang dibilang setengah jadi langsung jalan ke kamar mandi melepaskan baju yang tentunya untuk mandi dan bergerak kembali ke kamar mengeluarkan isi tas dan memasukkan jas Almater berwarna tidak jelas yang sempat dicap aneh oleh sebagian mahasiswa di UGM tapi memiliki nilai lebih daripada warna.

Terus mampir ke kamar kos temenku buat "merampok" air galon dan berjalan ke arah GSP dengan menggunakan kaos oblong putih seta tas Djar** Sup** yang selalu setia menemani. Dan saya berjalan secepat mungkin (maklum telat) dan lupa pakai re**na (oops) kemudian bertemu dengan Fatrik-sempai di ISIPOL yang belakangan diketahui datang terlambat juga. Di sana ada 2 makhluk cantik(?) yang menanti dengan manis salah satu dari mereka menunggu dari jam 6 pagi dan Olahraga rutin ini baru bergerak setengah 7 teng.

Di sela sibuknya aku dan Fatrik-sempai berolahraga ria sambil mengitari taman ISIPOL yang agak kecil itu tampaklah dua wanita tadi berbincang sambil berteduh di bawah gedung.

Oi Mau Olahraga nggak sih? Kalo nggak ngapain nunggu dari jam 6?
pengennya sih bilang gitu tapi ada pikiran yang melayang bilang mungkin mereka dah olahraga dan capek. Tapi ternyata mereka belum olahraga saudara-saudara! Setelah lelah lari berdua yang romantis (uuueeeekkkkssss) dengan Fatrik-sempai kami berbincang dengan kak Sari yang ngalor ngidul nggak jelas hingga suatu ketika Kak sari bilang Religiulitas seseorang itu adalah nature alias nggak dibentuk lingkungan tapi ada sendiri! Terus dengan penuh rasa PD mencoba pakai alat lompat tali yang namanya ku nggak tau trus karena nggak bisa akhirnya menyerah dan maksa orang lain untuk merasakan penderitaan (alah...) lompat tali yang notabene cuma adu rasa PD aja. Abis itu kami memojokkan Cece yang jatuh cinta pada seorang anak kecil berkulit putih dan bilang,"ih lucu banget"
biasalah cewe....
Dan dengan PD kami bilang kalo gitu cari pacar yang kulitnya putih aja! Dan mulai dari situ dia kami zholimi hahahaha :) masuk sesi sharing tentang kehidupan dan saudara yang nggak tau ujung pangkalnya dimana. Setelah berbincang panjang kali lebar alas kali tinggi bagi dua kembali kami menzholimi Cece sebelum akhirnya kami menutup dengan doa.

Setelah itu aku langsung jalan ke Psikomedia karena waktu menunjukkan pukul 8.30 setelah sampai disana tepatnya 8.45 teng ternyata baru ada 2 orang yang datang dan karena kerajinan mereka, dengan ikhlas mereka datang jam 8 untuk nungguin katering yang ternyata datang jam 9. Yang bikin Shock lagi adalah ternyata dijadwalkan jam 10 adalah waktu keberangkatan yang makin ditunda dengan menunggu anggota lain yang pulang untuk ganti baju dulu. Hingga akhirnya baru berangkat jam 10.30 *jeng jeng jeng* ingin rasanya bilang,"Dasar orang Indonesia sukanya ngaret!" Tapi tentu aja nggak bisa begitu. Karena dengan mengatakan hal itu secara tidak langsung kita menyetujui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak disiplin dan menganggap hal itu sebagai hal yang biasa alias Common.

Seharusnya itudianggap sebagai hal yang memalukan sehingga hal itu dapat dicegah dengan kemampuan superego dalam menyadarkan diri manusia dari dalam. Jangan anggap sesuat yang jelek itu biasa tapi biasakanlah lakukan hal yang baik.


Pesan layanan masyarakat ini dipersembahkan oleh Herigoneby.blogspot.com


Terimakasih telah membaca.


To be Continued... .