Jumat, 24 Desember 2010

savior

I don't know what to say. Here I am standing around with funny face. I just didn't realize when it was start. When I read my friends note, sometimes I feel sad and some part of me wants to hear what he really feel. I want to talk with him then again. I just didn't get it. It's like I want him to share what he feels to me. All of his thought, all of his pain, all of his sadness, all of his happiness. Everything. I feel this is not usually. Know why? Because usually I don't care what others think or feel. Then why?

It is like I want to know him better. It feels like he is the one I could ask to talk. But when the time is come, my tongue was twisted. My lip was tighten up. I don't know what should I say. I don't know where to start. That is why I keep on silence. But tonight I realize that what I feel was wrong. I was thinking, maybe I just want to be needed, I want to look strong. But in the end I was the one that helpless.

I know it's too late for me to realize it. I want someone to talk. When I saw his notes about how is he feel, I kinda feel the same way that I want to talk about it. But in the same time I feel helpless so I denied it. And that is how I make a wall. I don't want others know about me. But I want to know others better. Kinda selfish right? Day by day, every time this feelings come and I didn't talk to him I feel the wall become bigger and bigger.

I don't know when this weird feelings start. But I feel like I want to hear everyone story. Everything. When they didn't say any I got strange feeling. I feel anxious, insecure. I hate it. I want to become strong. I don't want to rely on someone. But in the end, I feel so helpless. So I try stand with my own feet. I think this one called savior syndrome. Iwant to be needed. I want to do something for someone else. But in the end I feel screwed up. This feeling, that I want to help other. I don't think it something bad but to feel almighty because of it, to feel I was the only that can do a thing I have to face it. That's why, I'll face my self.

Selasa, 21 Desember 2010

I want to go

I want someone to save me
I don't wanna be here

Yeah, I think that is part of me. I don't like to be here but I am too afraid to go by myself. I don't have enough courage so I am sitting here waiting for someone to save me. I don't care who it is. I don't care where it is. As long as it is not here it's fine.

I want to leave. I want to go to a place where no one know me. A place that I could live a normal life. I am tired following all the instructions, all the rules, and I am tired to do something that I didn't want! I will waiting here. Wait for someone to take me out of here. I was so helpless, I couldn't go by myself. I was just sitting here accepting my fate. Because everything have been decided for me.

But now I realize. I was being too selfish. I didn't look around, I didn't see people around me. They were kind to me, they put their hope to me, but I am looking a way to betray they hope. I don't want to be here, that is true. But in same time I don't wanna betray they hope. I was too busy searching an easy way out that I didn't realize peoples feeling. That was the time I feeling apart from you. I never see what you feel. You are always by my side. You give me the power so I can stand up once again. You are the one I can depends on. Because you always here. It never occur to me that you were feeling that way. I am sorry.

I know that I couldn't always depends on you. When I see everyone was giving their best, I can't just sit down here waiting for someone safe me. I can't just sit here and look everyone doing their best and I doing nothing. If I want to go then I have to make it myself because it is my decision. I won't look for an easy way out anymore. If I want fly then I will have my wings to be grown.

I know I am silly. By the passing time, I know that what I want is not leaving. I like this place, I love everybody here. I just didn't like the way they treat me. It's like everything has been decided for me. I want to decided which path I'll took for my life. And I decided not to leave.

Rabu, 15 Desember 2010

Jealousy

The situation never right. How should I supposed to meet you now? Every here and now I could never been better. Each time I see your wings spreads. Each time I see you floating. Can I ever catch you? Deep in my heart I want you to depends on me. I want to become a place where you can landing. Take a rest. But it is me who depends on you. I don't know what should I do if you weren't there.

I was so jealous of you. You are the one everybody talking about. You have everything that I didn't have. When I am with you I feel so happy and sad in a same time. Can you understand why? I am happy because you was there, because you are my precious friend. But it feels sad that no one look at me. If I compared to you... I am nothing.

This feeling, I hate it so much. Then I start thinking maybe I should look for what best for me. And without realize, we were apart. I became too selfish that I ignore what you feel. I just going on and on and on. I feel so sorry. This feeling just like wall. I couldn't get closed to you. And the walls keep grow. I am so sorry. What kind of friend am I?

That's why I am here now. I will there with you. Not because I want you to need me but because you are my precious friend. I want to protect this feeling. I know I am not that smart, I have many weaknesses. But if you were there I can grow as strong as I need. That's why I'll always by your side.

This feeling. It was part of me. Even if I denied it, it was exist. It exist deep in my heart. I want you to rely on me. I want to become stronger. But now, I have this feeling. I want to by your side, that's all. Protecting what important to me. And protect what important for others.

Kangen

"Bagaimana rasanya merindukan seseorang?" Celetuk diriku saat berjalan disalah satu ruas kota Yogyakarta. Pikiran ini terus kubawa hingga ruang kelas. Saat itu salah seorang temanku sedang pergi ke luar kota dimana tidak ada sinyal yang mampu menjangkaunya. Kemudian salah seorang dari antara temanku yang lain bertanya apakah aku mengetahui kemana dia pergi. "ke gua mungkin? Bertapa." Jawabku sekenanya. Kemudian ia lanjut bertanya,"kamu nggak kangen?"

"kangen?" Sedetik kemudian otakku mulai melakukan proses kolaborasi antara kognisi dan afeksi.

"Hmmm... Itu bahasa apa ya? Dalam kamus yang aku punya tidak ada yang namanya kangen." Afeksiku menjawab dengan tenang.
"Aku juga tidak tahu itu makhluk apa." Jawab kognisi.

Pernah merindukan seseorang? Tanya kursi coklat yang masih "jomblo" di sebelahku. Kemudian si kognisi mulai menderetkan nama-nama orang yang aku kenal dan bertanya pada afeksi apakah ia pernah menjadi orang yang benar-benar ingin aku temui. Afeksi menggelengkan kepalanya. Kognisi kembali mengurutkan orang yang aku kenal. Kali ini dengan form yang lebih lengkap. Wajah, nama, pertama kali bertemu, hingga kesan yang ditimbulkan. Tetapi lagi-lagi afeksi menggeleng.

Bagaimana dengan orangtua? Lontar layar LCD yang menatapku lekat. Ayolah dirimu sudah 5 semester berada di Yogyakarta dan jarang sekali dirimu pulang kerumah iya kan? Selidik LCD itu mencoba menelisik lebih dalam. Dirimu tidak memiliki kerabat di Yogyakarta. Apa kamu tidak iri dengan teman-teman yang bisa bertemu orangtuanya setiap hari? Tidak. Jawab afeksi (tentu saja) tanpa berpikir.

Afeksi kemudian bertanya pada LCD. Perasaan seperti apakah "kangen" itu? Jangan-jangan perasaan itu tidak ter-install baik sehingga afeksi tidak dapat mencari datanya. Atau jangan-jangan file tersebut corrupted atau mungkin ter-uninstall secara tidak sengaja? Mana aku tahu! Balas LCD. Aku tak pernah merasa seperti itu. Bahkan aku tak memiliki perasaan!

Kognisi mengambil alih. Ingatkah kamu ketika temanmu berkata ia perlu me-refill cairan rindunya pada orangtua sehingga ia pulang? Atau ketika senpai berkata ia rindu dengan suasana rumahnya. Oh iya benar saat itu ya? Lalu kenapa? Aku balik bertanya. Sepertinya itu yang namanya kangen. Ketika dirimu tidak bisa bertemu dengan orang-orang yang kamu sayangi. Hal-hal yang membuat dirimu nyaman. menghantui dirimu untuk menemukannya lagi. Mungkin itu yang namanya kangen.

Lalu, kenapa perasaan itu muncul? Tanyaku heran. Karena dirimu tidak lagi berada disuasana tersebut. Dirimu yang telah terbiasa dengan situasi yang ada. Ketika kamu kehilangan situasi itu kamu berpikir ada sesuatu yang hilang dan kamu ingin itu kembali. Seperti kehilangan salah satu anggota tubuhmu.

Pikiranku membawaku kembali ke masa lalu. Ketika itu aku masih semester awal kuliah. Ketika teman-teman pulang untuk libur minggu tenang. Aku menemukan diriku seperti alien yang menemukan planet hunian baru. Aku tak terpikir untuk pulang. Beberapa teman bahkan kakak angkatan bertanya,"Kamu nggak mudik?" Dan dengan cepat aku balas," liburnya pendek dan aku tak merasa ingin pulang."

Aneh. Itulah komentar pertama yang keluar dari mulut tiap orang ketika aku mengambil keputusan ini. Mereka berpikir memangnya apa yang akan aku lakukan diYogyakarta? Untuk apa bertahan disana? Tapi aku memiliki penilaianku sendiri. Kenapa aku harus pulang? Bukankah tidak ada peraturan yang baku bahwa seorang mahasiswa harus pulang. Bukankah akan memakan biaya ketika aku pulang? Aku merasa tetap di Yogyakarta adalah pilihan yang tepat. Bukan karena masalah keluarga atau apa. Tetapi lebih kepada diriku yang tak merasa bergantung pada siapa pun termasuk keluargaku. Apakah aku perlu meng-install program kangen?

Sabtu, 04 Desember 2010

Itadakimasu!!

"Irasaimase!" Suara mereka terdengar begitu langkah pertamaku tiba didepan toko ini. Sebuah toko kecil di dekat Mirota kampus. Perlahan aku ambil kursi coklat yang sedang lengang di sebelah Utara. Aku terduduk menanti sang pramusaji datang membawa menu. Toko ini bernuansa Jepang, dengan berbagai hal berbau Jepang yang dilempar ke tiap sisi dipetak kecil ini. Mulai dari topeng, peralatan cos-play, lukisan, hingga pedang kayu. Aku masih asyik dengan lukisan sewaktu sang pramusaji tiba, membawa selembar daftar menu, handuk kecil, ballpoint, dan tidak lupa senyuman.

Aku pindahkan keasyikanku kepada mainan baru itu. Menu. Apa yang akan kamu pesan? Bisikku dalam keheningan. Sang Pramusaji meninggalkan diriku diam beberapa saat, masuk ke dunia aneh yang muncul diambang kebingungan. Jadi pesan apa? Tanyaku sekali lagi. Ada lima digit angka ditiap menu makanannya dan empat digit angka mengambang di bagian minuman. Jadi? Tanyaku sekali lagi dengan nada menunggu. Kulirik lagi menu makanan yang diisi oleh bilangan biner layaknya kode-kode yang pernah kulihat dalam film-film.

Tatapanku menganalisa setiap makanan dan deskripsinya. Seperti seorang polisi yang menginterogasi kuperhatikan hal-hal kecil mulai dari harga hingga komposisi. Satu per satu mulai kutelisik tanpa terlewat satu pun. Hoi mau pesan apa?! Teriakan itu mengagetkanku, teriakkanku sendiri. Sabarlah sedikit, aku harus memastikan masih bisa hidup besok, lusa atau tiga hari lagi. Ucapku mencoba menenangkan.

Sial! Makanan ini terlalu mahal untuk diriku saat ini. Tetapi terlalu menggoda untuk ditinggalkan ! Aku tak bisa memilih juga tak bisa meninggalkan begitu saja apa lagi setelah momen pramusaji tadi. Mataku mulai mencari ke deretan makanan termurah yang ada pada daftar menu. Satu menit. Dua menit. Sial! Berkali dilihat hasilnya sama saja, hanya ada bilangan biner yang berderet sebanyak lima kolom.

Akhirnya, aku menemukan satu menu yang nampak tidak terlalu mahal. Onigiri. Nasi yang dibalut dengan nori (rumput laut) diberi garam. Hmmm... mungkin ini bisa jadi alternatif, kalau dilihat pasti harganya murah dibandingkan teman-teman "genk" lainnya. Kemudian kutatap harganya... MAHAL.

OK, cukup dengan memilih makanan berdasarkan harga. Kalau tidak dapat menemukan yang "murah" dari menu makanan mahal sebaiknya sekalian saja cari yang kelihatan enak. Pikirku dalam hati. NICE CHOICE. Sejenak aku terdiam, tidak menyadari bahwa aku sama sekali tidak mengetahui jenis makanan apa yang disajikan. Walau ditulis dengan deskripsi bahasa Indonesia tetapi nama makanan ditulis menggunakan nama Jepang alhasil yang saya ketahui hanya onigiri dan ramen karena sering muncul di film-film Jepang. Selamat Anda telah masuk ke sebuah tempat yang seharusnya tidak anda masuki sejak awal! Ledekku begitu menyadari kebodohan sendiri.

Mataku kembali mencari. Sesuatu untuk dimakan. Sesuatu yang masih bisa aku cerna dan tidak menjebol kantung baju atau saku celanaku. Aku mencari dengan memerhatikan bentuk dari makanan tersebut. Mungkin saja ada yang aku kenal. Bisikku menenangkan diri. Dan akhirnya kutemukan dirinya melirik manis ke arahku. Aku bisa kamu makan loh. Ucap makanan yang tergambar disana. Nasi Goreng. Pertama kelabakan lihat harga, kedua bingung karena masalah nama, sekarang datang ke tempat mahal cuma untuk menyantap nasi goreng. NICE.

Nasi goreng ini masih menggunakan kode biner, setidaknya aku tahu itu apa. Dan paling tidak aku bisa makan! Waktunya beranjak ke menu pelepas dahaga. Mataku melirik, mencari tahu apakah nama minuman ini juga tidak manusiawi untuk makhluk pribumi sepertiku. Fuh... Syukurlah bahasa Inggris! Ok, ada beberapa dengan nama Jepang. Minuman standar pun ada (baca: es teh dan es jeruk). Karena makanan sudah menggunakan lima digit dan kode biner aku putuskan untuk mencari minuman yang tidak membuat kepala botak atau mengubah saya menjadi Einstein. Aku melirik dari yang (lagi-lagi) kukira paling murah. Es Teh. Dan dugaan saya meleset lagi, ternyata saya tidak boleh meremehkan tempat ini. Walau ukuran toko ini kecil dan nampak simple tapi melihat harga es teh yang setara dua bungkus nasi kucing plus gorengan. Rasanya mengerikan.

Sudah, kalau tidak ada yang murah, cari yang mahal dan enak! Bisikan itu datang lagi. Tapi kali ini aku ragu. Jika aku mengikuti perkataan itu apa aku masih hidup 2-3 hari ke depan? Apa saya tidak akan berakhir diangkringan dengan nasi kucing dan teh hangat yang selalu dapat diandalkan itu? Rasanya seperti ditendang dari pintu surga dan langsung masuk ke neraka. Ok, mungkin surga yang satu ini tidak cocok untuk setan seperti saya. Jadi saya putuskan untuk memilih. Saat yang menentukan telah tiba. Lagi-lagi sebuah suara memanggil. Kali ini dari sebuah coklat hangat yang melambai-lambai agar dapat tertangkap oleh mataku. Hmm... Coklat panas untuk menemani nasi goreng? Aneh.

"Memang kamu punya pilihan lain?"
"Jus mungkin?"
"Ya, benar dan kamu akan melewatkan kesempatan menikmati surga."
"Kalau begitu bagaimana kalau es teh?"
"Kamu bisa meminumnya di neraka nanti."

Ok, saya kalah. Bring that chocolate here! Dengan berat hati saya mulai menarikan ballpoint. Detik yang berlalu terasa begitu lambat. Rasanya tidak rela harus menggerakkan ballpoint itu. Seluruh jiwaku masih memberi perlawanan untuk menghentikan gerakan bunuh diri yang dilakukan oleh tangan kananku. Tapi semuanya tidak berhasil. Ya, roh memang kuat dalam hal-hal seperti pendirian tapi daging saya yang tidak kuat menahan godaan memiliki tenaga yang lebih besar. Apa saya sedang berada pada scene terakhir sinetron sehingga saya bergerak dengan slow motion? Rasanya tidak. Pertama saya bukan artis dan yang terpenting disini tidak ada kamera atau script yang saya baca.

Aku panggil sang pramusaji yang sedang bercanda dengan dua kawannya dibalik kasir. Sudah. Ucapku mencoba mengalihkan perhatian. Ya, aku sudah siap untuk dihukum mati dan inilah pesan terakhirku. Pikirku seraya memberikan daftar pesanan. Pramusaji itu membacakannya, mengulangi dying message yang kutulis sendiri. Dia membacakan bagaimana aku akan berakhir! Setelah memastikan apakah aku siap menelan racun yang resepnya kutulis sendiri, sang algojo kembali ke ruangannya. Menyiapkan racun yang siap membunuhku 2-3 hari ke depan. Aku perhatikan dirinya yang berjalan dengan baju kebesarannya. Baju pramusaji ala Jepang.