Minggu, 11 Oktober 2009

Lelaki di tengah hujan

Lelaki itu menantang hujan. Kala itu tubuhnya terbalut dengan kemeja merah dan sebuah celana kain berwarna hitam, dirinya telah terpaku disana selama beberapa menit. Lelaki itu berdiri menatap langit, seolah menanti sesuatu selain hujan yang akan turun dari langit entah bagaimana caranya. Kini ia menengadahkan kepala dengan senyum dan mata yang tertutup, menjadi seorang pendengar yang baik. Mendengar bahasa yang diungkap melalui alam disekitarnya. Menangkap bahasa yang hanya dimengerti oleh hujan, air dan angin.

Sesaat dia menatapkan wajahnya ke bawah, tersenyum kecil seolah puas akan sesuatu. Dan berkata kecil,"inilah yang terus aku tunggu. Hujan. Bukan matahari atau pelangi bukan pula Bulan dan bintang." Kini dirinya kembali masuk ke dunia yang hanya dikenal olehnya, sebuah kotak kecil bertuliskan "Don't Disturb!" yang besar. Dunia yang telah dibentuknya sejak lama ketika dia masih berusia 5 tahun. Sebuah dunia yang terbuat dari rasa sepi yang tak pernah dikenalnya, yang berfondasikan perasaan yang tak pernah terbahasakan lewat alam. Dirinya masih disitu. Berjaga dan menikmati setiap tetesan yang menjatuhkan diri tepat pada setiap jengkal tubuhnya.

Dan kini, ia mulai menggerakkan tangannya seolah memiliki sayap. Dia membuka tangannya lebar-lebar, melemparkan yang satu ke Utara dan yang satunya ke Selatan, menjadikannya sebuah titik poros kutub yang saling berlawanan. Kembali kepalanya menengadah, dengan senyuman. Senyum pahit. Bukan karena menyesal tetapi karena dirinya yang tak mampu mengubah keadaan. Hanyalah hujan yang mampu membahasakan dirinya. Hanyalah hujan yang mampu menemaninya. Hanyalah hujan yang mampu bercerita tentangnya. Hanyalah hujan yang menenangkannya. Hanyalah hujan yang mampu menenangkannya. Hanyalah hujan yang tetap menemaninya. Bukan pelangi juga bukan matahari.

Lelaki itu menantang hujan. Kala itu tubuhnya terbalut dengan kemeja merah dan sebuah celana kain berwarna hitam, dirinya telah menghiasi sudut itu selama 20 menit lamanya. Hujan telah membangkitkan akal sehatnya untuk tidak bunuh diri. Hujan pula yang telah memeluknya selama 1200 detik lamanya. Kini ia menyadari waktunya, juga waktu semua orang tetap bergerak dan tak bisa dihentikan secara paksa. Dan ia menyadari masih ada waktu sebelum hujan ini berhenti. Suatu waktu untuk bergerak maju dan berlari mengejar sesuatu yang ada didepan. Entah apa itu tapi pasti sesuatu itu ada di depan di akhir perjalan ketika waktu berhenti bermaraton dengan manusia. Dan ia pun berlari. Ditengah hujan yang menjadi teman berbincangnya selama satu per tiga jam. Ada kepuasan tersendiri ketika itu, seolah hanya dengan itu saja tubuhnya dapat kembali pada ketegarannya semula.





...Dan ia terus berlari ditengah hujan...





...Hujan yang menyamarkan airmatanya...





...Hujan yang mendapatinya ketika rapuh dan jatuh...





Lelaki itu berlari menatap langit. Kala itu tubuhnya terbalut dengan kemeja merah dan sebuah celana kain berwarna hitam. Berlari menentang hujan. Hujan yang terus mengikutinya sampai nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar