Rabu, 02 September 2009

Konduktorku 18

Konduktorku tetaplah seorang pemuda tanggung berusia 18, secepat apa pun tangannya berayun dia tetaplah seorang 18. Tampaknya tanpa pemikiran kecil ini aku akan tetap membulat disalah satu pojok diruang kuliah. Bermandikan sendu dan pilu. Bisa dkatakan satu tahun aku mengenalnya, mungkin lebih cocok jika kukatakan aku mengetahuinya. Mengetahui ada seorang yang berlari dengan kecepatan 100 Km/detik hanya untuk mengejar waktu; berburu detik untuk mengejar dan terus mengejar. Terkadang aku mampu melihat punggungnya, walau hanya sekilas. Dia dengan cepat melewatiku, tak terlihat berapa kecepatannya. Mungkin Speedometer miliknya sudah rusak atau speedometernya memiliki jangkauan yang lebih jauh dari yang aku perkirakan. Dan entah kenapa rasanya malah aku, dengan kecepatan 0,2 Km/abad, meninggalkan dirinya.

Konduktorku seorang 18, yang tertawa dan tersenyum dikerumunan. Memasang wajah puas didepan semua orang seolah berkata, orkestra ini selesai dengan anggota yang hebat. Menyisakan aku yang menyisihkan diri dibelakang atau disampingnya dengan radius 900 juta tahun cahaya, terlihat tenang dan senang. Terkadang aku coba meraih bayangannya dengan kecepatan maksimalku, 10 Km/tahun, dan aku mengetahui itu sia-sia. Terkadang aku coba susupi pikirannya, mencari tahu mesin canggih apa yang bisa mendorongnya hingga milyaran langkah aku terlewati. Tapi akhirnya aku terkubur dalam anganku mengejar konduktor, yang semakin mirip komet atau bintang jatuh dan dia semakin hilang dariku.

Konduktorku 18, kini ia terlelap letih seusai latihan sore yang membuatnya sedih karena alunan lagu yang kacau balau. Dia tetaplah seorang manusia yang dapat merasa kecewa; sedih; marah; jatuh cinta; bahkan menjadi konyol dan bodoh. Dia hanya mampu kutatap sebatas punggung, karena perbedaan tinggi dan kecepatan yang tidak kecil. Latihan sore ini melelahkan, menjenuhkan. Kalau aura jenuh itu diubah menjadi air, mungkin kami akan tenggelam didalamnya tanpa mampu berteriak. Detik-detik menjelang hari H semakin dekat, semakin sesak udara disekitar kami.

Konduktorku pemuda 18, yang dengan konyolnya berekspresi dan berputar diantara medan kekuasaan disebelah Utara dan Selatan; atas dan bawah; kiri dan kanan. Hey, lihat sekelilingmu tidak ada seorang konduktor yang tidak memahami alat musik. Ya, dia hanyalah seorang tanggung 18. Yang terkadang menemukan arti tentang hidup, yang masih terombang-ambing di tengah samudera bernama perasaan, yang berputar untuk menjadikan semuanya baik, yang kukenal sebagai seorang 18.

Konduktorku hampir 19, dengan seorang Produser yang tiada duanya sebagai Teman sekaligus Atasan baginya. Sedikit yang kuketahui semakin baik, semakin sedikit yang kupikirkan semakin bagus, semakin asing diriku semakin lengang dan memang aku hanya sedikit dan sangat memaksa. Konduktorku 18, dengan kecepatan 100 Km/detik yang mampu kutangkap seperti bintang jatuh, yang menghilang dalam waktu kurang dari tiga tahun, yang karena bertemu dengannya aku semakin dewasa dan karenanya aku mengenal sang Produser.

Tahun ini akan ada banyak yang hilang. Konduktorku. Kakakku. Mimpiku. Sedihku. Malamku. Sepiku. Bulan, Bintang, Air, Angin, Hujan, Waktu, Nafas, Sungai dan Puisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar