Senin, 21 Maret 2011

Mentari, Bumi, Bulan

Perlahan senja mulai merambat menyelimuti Bumi. Meneduhkannya selama dua belas jam ke depan dari cahaya Mentari yang membakar kulitnya. Seiring dengan itu anak kecil kembali ke rumah masing-masing. Sang ibu memanggil-manggil anaknya penuh kecemasan. Jangkrik pun berbincang-bincang satu dengan yang lain dengan bahasanya sendiri.

Perlahan kegelapan menyelimuti mata ini. Meminta agar setiap mata terpejam supaya sang Bulan dapat tampil dalam ketelanjangannya yang tulus. Sang Bulan menyampaikan salam yang diberitakan oleh Mentari. Sebuah janji untuk kembali bersinar keesokan harinya. Mentari tahu bahwa tanpa cahaya, Bumi akan ketakutan. Histeris. Karena itu, Mentari menitipkan cahayanya melalui Bulan untuk menemani Bumi sampai tiba saatnya Mentari datang dan memeluk Bumi dengan begitu erat dan hangat.

Bumi terlelap dalam kehangatan yang diberikan oleh Mentari. Pelukan yang begitu erat seolah ia tak mau melepaskan Bumi. Ketika Mentari teringat bahwa Ia harus pergi meninggalkan Bumi dalam kedinginan yang mencekam seketika itu pula Ia menangis. Tetesan demi tetesan terjatuh ke Bumi begitu saja tanpa mampu dibendung Mentari. Menciptakan lelehan yang terasa menyakitkan bagi Bumi. Sesaat kemudian Mentari kembali memeluk Bumi erat, Ia berteriak. Menggelegar. Tak mampu Dirinya menampakkan wajah sedih di hadapan Bumi. Ia menenggelamkan wajahnya. Cukup lama Ia menangis. Hingga datanglah Bulan, sahabatnya, menenangkan dirinya dari jarak yang begitu dekat. Begitu dekat dengan Mentari dan Bumi.

Kemudian Bulan berkata:
"Aku akan menjaganya sekali lagi untukmu. Aku akan berada di dekatnya. Sedekat mungkin supaya aku dapat segera mengetahui apa yang dirasakan oleh Bumi dan menyampaikannya padamu. Aku akan menjadi perantara bahasa kasihmu padanya."


Perlahan Mentari bergerak meninggalkan Bumi dalam kegelapan bersama Bulan. Suara isak Mentari masih dapat terdengar. Air matanya masih meleleh menimpa Bumi. Walau Mentari sudah tak di sana. Ia masih belum bisa menyampaikan bahasa kasihnya. Hatinya masih terluka. Hingga jam berdetak dua belas kali. Barulah Mentari menuliskan bahasa kasihnya untuk disampaikan pada Bumi melalui perantara Bulan yang kini begitu dekat dengan Bumi. Menjaganya sebagai sahabat dari yang tercinta.

inspirasi dari Supermoon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar