Jumat, 12 Desember 2008

Aku kacau dan meracau


Kemarin. Ya, kemarin aku seperti biasanya latihan untuk studi pentas untuk yang kesekian kalinya walaupun seperti biasa, aku tanpa ekspresi dan tak mampu berintonasi dengan baik. Tapi kemarin ada yang berbeda, kemarin dengan naskah di tanganku, aku mencoba menghafal naskah bagian terakhir ketika he melempar beberapa kaleng kosong ke tanah. Pada awalnya aku pikir mungkin dia sedang kesal jadi ku putuskan menghafal naskah tanpa suara, ya dalam hati. Namun, semakin lama aku merasa ada yang salah lalu, aku bertanya apa ini salah ku? Pada awalnya aku kesal karena dia marah tanpa ada alasan jelas, tapi kemudian kami dimintanya berkumpul dan disana dia memang terlihat biasa saja. Aku yang terlanjur kesal membawa perasaan itu sambil latihan alhasil setiap adegan marah aku melakukannya dengan baik setidaknya bagiku. Dan di tengah latihan saat aku berdialog, mungkin karena aku yang tidak bisa menggunakan tubuh dengan baik atau kurangnya penjiwaan dia memintaku mengulang beberapa gerakan sampai dia akhirnya berteriak. Saat itu aku merasa semuanya salahku. Bahwa aku salah tempat, seharusnya aku tidak ikut dalam pentas ini karena pentas ini akan gagal seperti semua kerja kelompokku sebelumnya. Ya, aku gagal mematahkan kutukannya, aku memikirkan perasaannya sehingga aku tidak fokus pada latihan, aku terlalu sibuk dengan duniaku, terlalu sibuk "menikmati" rasa bersalahku. Aku bersedih. Dan ketika evaluasi pada akhir latihan aku mengungkapkannya dan aku hampir menangis, menangis karena kesal, frustasi. Entahlah kini perasaan itu masih terbawa dan membuatku kacau, aku tidak lagi mampu menikmati udara, air bahkan lambaian pohon di sudut kampus. Disisi lain aku tahu dia benar dan akulah yang salah tapi kenapa tetap saja aku yang merasa sakit? Aku sudah tidak mengerti lagi arti kata dan setiap bahasa sudah tak mampu lagi kucerna. Aku takut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar