Jumat, 27 Maret 2009

Moonless


Moonless, situasi dimana bulan menghilang dari pandangan semua orang. Lari dari pekatnya malam, karena matahari tak mau menatapnya malam itu. Hanya malam itu. Moonless, situasi dimana bayangan bulan menjadi kabur dan lenyap diantara gambaran bintang yang mengaburkannya. Di satu sisi, ya Moonless, keadaan dimana tidak ada lagi kata bernama bias tak ada lagi makhluk yang menyebut dirinya maya, yang ada hanya gelapnya malam dan kesedihan bercampur menjadi satu dalam topeng yang tak terlepas. Kesepian, kecewa, marah, dan frustasi mengikat diri merantai setiap gerakan menepis semua cahaya yang mendekat.

Aku memanggilmu.” Katanya

“………………….”

Aku mengundangmu untuk datang berbagi rasa sakitmu dan rasa bahagiamu, tapi kau tidak membiarkan aku masuk dan menegur hatimu, bahkan engkau mengacuhkanku.” Serunya sambil menangis.Aku ingin mendekatimu tapi engkau tidak mau, karenanya aku mengundangmu datang dan duduk bersamaku, namun kau tak kunjung tiba….” Lanjutnya dengan buliran embun yang menetes di pipinya. Kau lantas semakin jatuh lebih dalam karena kau tidak mau mendekat dan bicara padaku, aku tahu rasanya kesepian dan menyendiri bukan jawabannya.” Suaranya semakin pelan menahan sakit. “Kali ini biar aku akan mendekatimu, berikan bebanmu padaku agar kulihat kau tersenyum, aku tahu kau tidak mampu menanggungnya biarkan aku yang menanggungnya atau bagilah beban itu bersamaku.”



Sekali lagi Moonless, sejuta kata dari rasa yang kutuliskan dengan bahasa yang tak terjamah orang lain. Biarlah. Biar hanya aku yang tahu tentang rahasia dan kode buatanku tulisanku saat sepi tentang jeritan dan raungan bengis dari hewan menjijikkan yang kusam. Biar malam menutupi aku. Biarkan dinding menjadi warnaku. Biarkan saja. Lepas semua. Hancurkan sebelum ku ledakkan semuanya berkeping-keping, remuk tak bersisa. Karena aku adalah hitam yang mencabik, menerkam saat malam tak melirik padaku. Karena kawanku hanyalah bunyi dari mimpi yang kubuat, yang berdecak dan berdesis penuh ambisi. Lihatlah! Kawan di sebelah kiriku hanya ada bayangan hitam yang kontras memekik dan lihatlah sebelah kananku hanya ada sebuah angin yang berhembus meniupkan kata penyemangat dengan belaian yang melewati punggungku. Aku harap aku mati sekarang juga dari pada terhimpit rasa sesak kesepian dan kegelisahan tentang hidup, biar aku lenyap meresap ke dalam lautan manusia yang membuatku hilang tanpa bekas seolah aku tak pernah dilahirkan seolah AKU di telan bumi. Apa kamu tahu kenapa aku begitu sepi? Betapa aku sendiri? Karena makhluk yang kuanggap teman semuanya telah mati membiarkan aku sendiri dengan kekhawatiranku tentang pemakaman mereka tentang hidupku yang kembali sepi sendiri! Semuanya menjauh dariku mereka berkeliling disebuah planet yang mereka ciptakan berharap tak ditemukan layaknya anak kecil yang bermain petak umpet, mereka pergi membawa orang lain bersama mereka dan membuangku ke tempat sampah terdekat terakhir dimana sampah tak terurai dimasukan ke sana, mereka pergi tanpa memperbolehkanku mendekat dan bekerja bersama mereka, mematikanku menguburku hidup-hidup dalam kerangka malang yang disebut orang sebagaikesepiandalam lubang yang lebih dalam dari tiga kaki. Dan kini, aku disini tak mampu melakukan apa pun, membiarkan mereka berbuat apa pun karena segera aku akan meninggalkan mereka dan mematikan aku sampai aku tak akan bangkit lagi untuk selanjutnya. Aku memang tak memilik apapun untuk disombongkan, tidak memiliki apapun untuk ku pertontonkan, tapi jika saja ada yang mau menatapku disini, aku akan mencoba melakukan yang terbaik. Aku tidak mau lagi terlalu bergantung pada orang lain, jika aku bisa melakukan sesuatu, aku akan melakukannya sendiri, aku tak mau lagi menggantungkan harapan pada orang lain karena aku mau semuanya berjalan dengan lancar. Lihatlah bulan malam ini apakah bulan sedang membuka diri ataukah Moonless.

Moonless, situasi dimana bulan hilang -- tak menampakkan dirinya lagi -- menutup diri dan sebuah simbol tentang sesuatu yang disebut sebagai kepastian.


1 komentar: