Rabu, 10 Juni 2009

Show Time!!

Hari ini sebuah tirai terkuak lebar. Inilah hari pentasku yang pertama. Sebuah drama tentang orang miskin tentang seorang gelandangan pincang yang hidup dibawah kolong jembatan. Disana aku hidup dengan seorang kakek, dua orang pelacur, dan seorang preman. Itulah aku, seorang gelandangan pincang yang hidup dikolong jembatan. Aku bertahan hidup dengan mengais di tong sampah mencari apa pun yang bisa dimakan. Bawang prei, labu siam, jagung yang hampir atau malah sudah busuk itu.

Malam ini, aku dan kakek memasak untuk makan malam. Makanan busuk yang kutemukan itu menjadi menu utama seperti biasanya. Sepertinya hari ini TUHAN tidaklah bersahabat, tetes demi tetes awan menangis dan berteriak menggelegar. Seruannya serupa dengan truk gandeng yangmelewati jembatan di atas kami. Seorang dari pelacur itu berkata bahwa hari ini ia harus makan yang enak. Bosan dirinya dengan sampah yang kubawa setiap harinya. Dan jika hari hujan maka ia tak bisa memakan makanan itu. YA, Nasi putih sepiring, Telur balado, dan rendang yang bumbunya kental berminyak-minyak teh manis hangat dan sebagai penutupnya pisang raja sesisir.

Akhirnya hujan pun turun, mereka tetap pergi. Dengan becak yang setiap hari siap mengantakan mereka. Becak LENDIR!! BECAK JAHANAM!!!! Dengan pura-pura menawarkan jasa dia pasti mau mendekati kekasih hatiku. Mereka pergi dengan becak itu, dengan kesal aku mengaduk masakanku. Lalu tinggallah aku bersama dengan kakek disitu, kami memperbincangkan nasib kami. GELANDANGAN. Orang yang hidup dari sampah jalanan yang seandainya mati pun tidak akan ada yang memperhatikan. Paling kami akan mengambang di kali bau dekat jembatan ini atau jadi bahan praktek mahasiswa kedokteran sana.


Beginilah dunia gelandangan, bagaikan suatu lingkaran setan yang tidak tahu mana pangkal mana ujung. Apa lagi saat ini yang dipandang oleh orang hanyalah fisik! Mana mungkin aku dapat pekerjaan untuk keluar dari sini. Tubuh ini tak mampu aku manfaatkan dengan baik, waktu luangku yang banyak membuatku makin terikat disini. Mencari pekerjaan ibarat mencari jodoh siapa yang paling cakap secara fisik pasti akan diijinkan mendaftar, beda dengan diriku yang tidak punya apa-apa. Kalau aku punya Sepatu dari kulit, rambutku diberi minyak, jaket, dan barang mahal lainnya aku pasti bisa melamar. Tapi jangankan sepatu untuk makan sehari saja sulit aku pasti langsung ditendang keluar begitu memasuki pintu gerbang.

Tak terasa hujan berhenti, lalu datanglah si preman yang biasa kami panggil bopeng. Dia membawakan kami makanan. Jarang sekali. Dibelakangnya mengekor sesosok wanita desa. Dia ditipu oleh suaminya dan tersesat sampai disini. Huh, dasar kampungan! Lalu aku mulai menyindirnya karena aku memang sedang kesal. Dan tanpa basa-basi si Bopeng menghantam tubuhku hingga jatuh ke tanah, dia mencoba memukulku terlihat sekali betapa dia emosi. Segera Kakek melerai kami, kami masih saling menatap dengan penuh kebencian. ANJING! Kakek, yang aku hormati, meminta aku duduk dan menikmati makanan yang dibawa oleh si bopeng. Aku duduk di satu sisi dan bopeng disisi lainnya.

Kami membuka bungkusan itu, melihat isinya dan betapa terkejutnya karena makanan itu sangat mewah. Dan kami mempertanyakan asal makanan itu, darimana dia dapat uang untuk mentraktir kami terlebih dia juga sudah makan bersama si gadis. Ternyata, dia telah mendapat pekerjaan. Pelaut. Besok dia sudah harus pergi. Kami berdua terkejut senang dan sedih. Senang karena salah seorang dari kami mendapat hidup yang layak, sedih karena kami akan berpisah terlebih dengan si gadis karena wanita tidak boleh masuk kapal. Kami menceritakan apa yang kami tahu kepada si gadis tentang kepergian si bopeng. Dia merajuk minta ikut tapi tentu bopeng menolaknya, akhirnya aku turun tangan. Dasar tidak tahu diri hanya menambah beban saja. Aku terus menekan bopeng hingga akhirnya dia mengancam berkelahi. Aku tidak takut, tubuhku memang kecil dan pasti mudah dijatuhkan seperti tadi, berbeda sekali dengan tubuhnya yang kekar. Dia memang kuat diluar tapi didalam hah hatinya itu kecil! Mudah terbawa suasana. Kini aku menjelaskan bahwa dia harus menentukan apa yang dia lakukan selanjutnya. Kami tentu saja akan berputar dalam lingkaran setan seperti biasanya. Dia menangis.

Kini pujaan hatiku datang, dan entah kenapa dia hanya sendiri tidak bersama kakaknya yang ambisius itu. Lalu kami bertanya padanya apa yang terjadi. Dia menyerahkan oleh-oleh dari kakaknya dan melihat penghuni baru. Aku jelaskan padanya bahwa si penghuni baru hanya akan tinggal sebentar dan besok dia akan pulang. Ternyata si Kakak tadi terkena razia dan seorang babah gemuk bersedia menikahinya ditempat. Tentu Kekasihku ini sangat senang. Tapi bagi kami ini menyakitkan. Kami akan ditinggalkan. Terlebih kemudian dia bersuara bahwa dia akan pergi menikah. Hatiku remuk. Dia berkata akan menikah dengan tukang becak yang selalu mengantar jemput dirinya. CIh, kenapa dengan dia?! Apa tidak tahu aku begitu membencinya.

Kekasihku menjelaskan panjang lebar bahwa ia masih mencintaiku. Tapi karena aku tidak mampu memberi apa-apa selain harapan palsu dia pun kecewa, dan setelah memikirkan masak-masak akhirnya dia memilih menikmati kebebasan. Sebuah KTP. Aku ingin berontak tapi apa yang dikataknya semua itu benar adanya bahwa jika terus bersamaku apa jadinya nanti. Bersama seorang gelandangan. Dia pergi. Kami menangis, aku ingin mengejar tapi kakiku rasanya terantai oleh kata-katanya tadi.

Akhirnya kami tinggal terdiam disini. Si gadis memutuskan untuk pulang dan aku diminta mengantarkannya. Aku masih meratapi kejadian tadi. Mereka menyindirku! Mereka merencanakan apa yang aku lakukan. Tidak! Aku tidak mau! Aku ingin mengembalikan kejayaanku! Aku mau bergerak dan menghirup kebebasan. Biarkan tubuh ini kembali bekerja dan menikmati setiap tetes keringat yang keluar. Aku telah putuskan aku akan mengantarkan si gadis ke desanya dan mencari pekerjaan disana. Aku memang sedih meninggalkan kakek tapi aku harus memandang jauh ke depan. Hidupku Masih Panjang!

Rasa kesepian karena ditinggalkan terasa menyakitkan. Lebih dariapada kematian. Kakek, jaga diri ya?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar