Sabtu, 06 Juni 2009

Cermin

It will not be as troublesome as it is if you can just erase the hatred in your heart because the most powerful enemy is always yourself

Aku memandang sebuah cermin. Cermin itu begitu besar tingginya kurang lebih setinggi diriku, karenanya aku bisa melihat tubuhku secara utuh. Dari ujung kaki hingga ujung kepala, aku perhatikan perlahan lekuk demi lekuk dari tubuhku itu. Setiap inci aku amati baik-baik kiranya mungkin ada yang salah disana, ada yang jelek, ada yang tidak sesuai dengan keinginanku. Walau mungkin ada juga sisi yang baik di situ.

Lalu aku mulai memikirkan bagaimana cara untuk mengubah hal yang jelek itu hingga sesuai dengan keinginanku. Semua pemikiran tentang yang ideal merasukiku seketika, dengan kecepatan cahaya aku dilingkupi perasaan bersalah yang hebat atas segala keterbatasanku. Semua kesalahan yang ada padaku menusuk hatiku lebih dalam setiap harinya dan aku menikmatinya dengan sebuah pikiran tentang yang ideal.

Perlahan rasa itu terasa semakin menyakitkan tapi aku tidak tahu harus berbuat apa. Yang aku inginkan hanya menjadi lebih baik, lebih sempurna apa itu salah? Kenapa itu begitu sulit? Walau teman-temanku berkata bahwa aku yang sekarang tidaklah jelek, tapi bagiku banyak sekali lubang yang harus kututupi.

Banyak yang salah dan aku hanya ingin jadi lebih baik lagi. Aku benci terhadap setiap lekukan tubuhku, di setiap jengkal pada tubuhku selalu terasa kurang baik bagiku. Mungkin bagi sebagian orang aku terlihat baik tapi setiap kali aku melihat cermin itu, cermin itu selalu menampakkan setiap sisi yang ada padaku baik yang buruk maupun yang baik. Aku berpikir apa yang dipikirkan orang ketika melihatku. Aku berpikir apakah ini etis? Aku berpikir, berpikir, dan terus berpikir ada yang kurang. Selalu. Selamanya.

Hingga sekarang aku tak mampu lagi merasakan nikmatnya hal yang dulu aku nikmati. Aku ingin merasakannya lagi, menikmatinya, melakukan hal yang menyenangkan. Tapi cermin itu selalu berkata bahwa aku salah, jika aku melakukannya maka aku akan menjadi jelek. Sehingga aku tak berani menatap cermin itu. Setiap aku menatapnya ingin aku berteriak.

Aku tahu akan ada yang menerimaku apa adanya. Tetap seperti ini dengan kejelekkan yang ada padaku. Tapi aku sendiri tidak mampu menerimanya. Suatu ketika ada yang mengatakan padaku bahwa kami akan membenahi semuanya bersama, tapi itu tidaklah tercapai karena semua telah terlambat. Terlalu banyak lubang yang kupikirkan.


....Aku hanya ingin menjadi lebih baik....


Terinspirasi dari Bulimia









Mungkin itu hanya caraku yang memandang dari satu sisi cermin dan tidak mengindahkan yang lain. Sisi cermin yang membuatku mengeluh dan mengeluh terus tapi tak kulihat sisi terang dari cermin itu. Sulit bagiku mengacuhkan sisi jelek dariku tapi menyakitkan jika terlalu banyak menuntut. Aku ingin melihat dari cara yang berbeda, sebuah sudut pandang yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar