Kamis, 21 Mei 2009

Mundur

Dari waktu sekarang ini telah kucoba menghitung mundur. Menghitung tiap detik dalam hidupku dan waktu yang berlalu bagaikan angin. Hitungan mundurku telah sampai pada angka yang tak mampu ku sebut lagi hitunganku telah sampai pada waktu ini, waktu yang mengantarkanku pada kesempatan berdiri di depan layar. Terlalu lama. Waktu telah kubuang dan kubakar habis dalam api yang penuh sia-sia segala waktu dalam duniaku perlahan menguap ke udara mengambang dan tak akan kembali pada saat semula. Semuanya menguap terevaporasi dengan sangat sempurna sehingga tak kusadarai semua hitunganku telah sampai pada angka yang tak mampu lagi kusebutkan. Roda waktu berjalan begitu cepat, merambat menciptakan rantai sesak antara paru-paruku.


Semuanya berakar dari satu titik dimana yang kugenggam lenyap dan menguap. Selalu kucoba menerka apa yang ada dibalik awan, ada apa disana dan bagaimana pemandangan dari sana. Aku tarik benang merah takdirku perlahan mencoba memutuskan segalanya dan kembali lagi pada angka nol. Ya, nol yang berarti segala kemungkinan dan ketidakpastian, nol yang berarti semua yang ada tidak lagi lagi berarti karena nol, dan nol yang berarti awal dari segalanya. Aku ingin kembali ke nol pada awal dan me-reset semua yang ada.


Gemertakan gigi dari makhluk beroda empat menderu siang malam, tak perlu lagi menunggu tak usah lagi menanti, semuanya hanyalah mimpi satu satunya yang bisa diharapkan di dunia ini hanyalah diri sendiri. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang layak dijadikan tempat berpijak termasuk orang terdekat. Entahlah, aku juga tak mau berharap tapi ternyata dengan bodoh aku berharap dan akhirnya kecewa. Lelah. Kini, aku kembali pada titik nol entah dengan yang lain persetan dengan semuanya itu, aku tak peduli.


Hati ini tak perlu bicara lagi, karena semuanya terlalu jauh untuk mendengar. Karena gemertak roda gigi itu telah membuat semuanya tak mampu lagi mendengar satu dengan yang lain. Ada sebuah gambar, di sana ada sebuah pohon mati yang dikelilingi dengan rumput yang tumbuh subur di sebuah tebing. Cukup sudah untuk menggambarkan hatiku, semuanya sedang sibuk semuanya memiliki dunia sendiri semuanya tidak layak untuk di lirik bahkan sedetik saja.


Pergi dari hadapanku, lelah aku berharap semuanya tidak ada yang benar dan pada akhirnya yang menentukan hidup ini ya aku sendiri. Nol. Semua yang aku lakukan selama ini adalah sebuah angka nol besar yang bagi orang lain tidak terlihat seperti itu. Aku yang sekarang begitu serakah dan tidak akan melepaskan apa yang ada di depanku sekalipun harus membunuh atau mati sekalipun karena aku sudah mengatakannya bahwa saat aku bangkit nanti aku akan menghancurkan. Aku tak mengenal apa itu kasih karena kasih itu sendiri terasa jauh bagiku, tak ada seorang pun yang mampu kuajak bicara semuanya sibuk dengan nol yang menjepit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar